Jakarta, Mevin.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti keras kebijakan Wali Kota Depok, Supian Suri, yang mengizinkan Aparatur Sipil Negara (ASN) menggunakan kendaraan dinas untuk mudik Lebaran. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan prinsip pengelolaan aset negara dan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah.
KPK: Kendaraan Dinas Bukan untuk Kepentingan Pribadi
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa kendaraan dinas semestinya digunakan hanya untuk urusan kedinasan, bukan kepentingan pribadi seperti mudik. Ia mengingatkan bahwa kepala daerah harus menjadi teladan dalam pencegahan korupsi, termasuk dalam hal pengelolaan aset negara.
“Kendaraan dinas sebagai aset negara harus dikelola secara tertib. Penggunaannya harus benar-benar untuk kepentingan dinas, bukan untuk kepentingan individu,” tegas Budi dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/3/2025).
KPK juga mengingatkan bahwa penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi dapat membuka peluang praktik gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang. Badan antikorupsi ini mendorong pemerintah daerah dan inspektorat untuk aktif melakukan pengawasan serta memberikan sanksi administratif jika ditemukan pelanggaran.
Wali Kota Depok Beralasan “Tanggung Jawab Pegawai”
Sebelumnya, Supian Suri membela kebijakannya dengan alasan bahwa ASN yang menggunakan mobil dinas tetap bertanggung jawab penuh atas keamanan dan kondisi kendaraan.
“Jika terjadi kerusakan atau kehilangan, pegawai yang bersangkutan wajib mengganti kerugian negara,” ujar Supian, Jumat (28/3/2025).
Ia juga berargumen bahwa kebijakan ini merupakan bentuk apresiasi kepada ASN yang tidak memiliki kendaraan pribadi. “Ini sebagai penghargaan atas pengabdian mereka. Lagi pula, jika mobil dinas ditinggal di Depok, pengawasannya justru lebih sulit,” tambahnya.
Analisis: Potensi Penyalahgunaan dan Kerugian Negara
Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Prof. Haryanto, menilai kebijakan Wali Kota Depok berisiko menimbulkan penyalahgunaan.
“Meski ada klausul tanggung jawab, tetap saja ini melanggar prinsip efisiensi dan efektivitas penggunaan aset negara. Belum lagi potensi klaim biaya perawatan atau bahan bakar yang bisa dibebankan ke negara,” jelasnya.
Sementara itu, sejumlah pegawai di Pemkot Depok mengaku kebingungan. “Di satu sisi, ini memudahkan kami yang tidak punya mobil. Tapi kami juga khawatir dianggap melanggar aturan,” ujar seorang ASN yang enggan disebutkan namanya.
KPK Minta Pemda Lain Tidak Ikuti Langkah Depok
KPK mengimbau seluruh pemerintah daerah untuk tidak mengikuti kebijakan serupa. “Kami harap kepala daerah lain lebih bijak dalam mengelola aset negara, terutama di momentum Lebaran seperti ini,” tegas Budi.
Saat ini, KPK melalui Monitoring Center for Prevention (MCP) terus memantau penggunaan anggaran dan aset daerah guna mencegah potensi korupsi.
Dampak Kebijakan:
– Positif: Memudahkan ASN tanpa kendaraan pribadi untuk mudik.
– Negatif: Berpotensi menimbulkan kerugian negara jika terjadi kerusakan/hilang.
– Risiko Hukum: Membuka peluang penyalahgunaan anggaran perawatan kendaraan dinas.
KPK berharap Pemkot Depok meninjau ulang kebijakan ini agar tidak menjadi preseden buruk dalam tata kelola aset negara.***





















