Jakarta, Mevin.ID – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mendorong seluruh elemen bangsa untuk bersatu dalam menghadapi tantangan baru dari Amerika Serikat, yang menetapkan tarif timbal balik (resiprokal) sebesar 32 persen terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia.
Ketua Umum KSPSI, Mohammad Jumhur Hidayat, menyatakan bahwa momentum ini seharusnya menjadi pendorong bagi Indonesia untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional.
“Pemerintah, swasta, DPR, pekerja, termasuk buruh migran, perlu bahu membahu menghadapi tarif balasan dari AS. Ini saatnya kita dorong Indonesia yang berdikari, dengan ekonomi domestik yang kokoh agar tak mudah goyah oleh gejolak global,” ujar Jumhur dalam keterangannya, Selasa (8/4/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
KSPSI juga mendesak pemerintah untuk segera melakukan diplomasi ekonomi aktif dengan pihak AS, agar penerapan tarif tersebut tidak dilakukan secara mendadak.
“Kami usulkan agar jika memang harus diterapkan, dilakukan secara bertahap dalam rentang waktu 10 tahun hingga mencapai 32 persen,” tambahnya.
Dorongan Diversifikasi Pasar Ekspor
KSPSI turut menyarankan agar Presiden terpilih, Prabowo Subianto, segera memanggil para kepala perwakilan RI di luar negeri, termasuk KBRI dan KJRI, untuk memperkuat upaya membuka pasar baru, terutama di kawasan Afrika dan Amerika Latin.
Langkah ini penting, khususnya untuk produk-produk unggulan Indonesia yang selama ini bergantung pada pasar AS.
Waspadai PHK Massal, Lakukan Mitigasi
Sekretaris Jenderal KSPSI, Arif Minardi, menyoroti risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat dampak tarif baru tersebut. Ia meminta agar pemerintah dan pengusaha memastikan proses PHK dilakukan sesuai ketentuan hukum.
“PHK harus tetap menjamin hak-hak pekerja seperti pesangon dan jaminan kehilangan pekerjaan. Pemerintah juga harus proaktif melakukan mitigasi agar dampaknya tidak meluas,” tegas Arif.
Tunda Dulu Revisi UU yang Bikin Gaduh
KSPSI turut mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa dalam merevisi undang-undang yang berpotensi memicu kegaduhan, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum stabil akibat tekanan eksternal ini.
“Fokus dulu pada stabilitas ekonomi dan perlindungan pekerja. Jangan sampai regulasi baru justru memperkeruh suasana,” pungkasnya.***