Bantul, DIY, Mevin.ID — Kue tradisional asal Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dikenal dengan nama kontol kejepit atau tolpit, resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan RI.
Meski namanya terkesan nyeleneh, jajanan pasar yang juga disebut adrem itu memiliki makna filosofis mendalam dan menjadi bagian penting dari tradisi masyarakat pedesaan di Bantul.
Menurut laman resmi Pemprov DIY, adrem erat kaitannya dengan tradisi panen masyarakat setempat. Dahulu, kue ini biasa dijajakan dengan sistem barter menggunakan hasil panen padi sebagai bentuk rasa syukur kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dalam kepercayaan Jawa.
Selain melambangkan kesuburan, adrem juga dimaknai sebagai simbol pengampunan dan doa agar kehidupan selalu “adhem” atau tenteram. Kue ini masih sering disajikan dalam berbagai upacara adat dan selamatan hingga kini.
Ciri khas adrem terletak pada cara pembuatannya. Adonan berbahan dasar tepung beras dan gula jawa digoreng menggunakan tiga bilah bambu atau sumpit hingga menghasilkan bentuk unik dengan tekstur renyah di luar dan lembut di dalam.
“Kalau tidak dijepit, bentuknya seperti apem biasa. Tapi kalau dijepit, jadi menarik dan khas,” ujar salah satu pembuat kue, Kisminah, dikutip Kamis (9/10).
Soal nama kontol kejepit sendiri, peneliti budaya Setyo Prasiyono Nugroho dalam artikel Wisata Gastronomi Makanan Tradisional Yogyakarta melalui Storynomic (2023) menjelaskan, sebutan itu muncul karena bentuk kue dianggap menyerupai alat kelamin pria dalam bahasa Jawa.
Namun sebagian pembuat adrem menilai nama tersebut lebih berkaitan dengan teknik menjepit adonan saat digoreng. “Mungkin karena dijepit pakai tiga sumpit itu, lalu diangkat. Jadi bukan karena bentuknya,” kata Mardinem, pembuat kue lainnya.
Kini, kue yang dulunya hanya dijual di pasar tradisional Bantul itu telah naik kelas dan menjadi ikon kuliner lokal. Penetapan adrem sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia menjadi bentuk apresiasi terhadap kekayaan kuliner Nusantara sekaligus upaya melestarikan filosofi budaya Jawa yang diwariskan turun-temurun.***





















