Kuota Siswa 50 Per Kelas di Jabar Picu Polemik: Sekolah Swasta Menolak, Ombudsman Kritik Potensi Pelanggaran

- Redaksi

Sabtu, 5 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi berbincang dengan siswa saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, Senin (5/5/2025). (Tim Media KDM)

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi berbincang dengan siswa saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, Senin (5/5/2025). (Tim Media KDM)

Bandung, Mevin.ID – Keputusan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memperbolehkan hingga 50 siswa per kelas di jenjang SMA dan SMK negeri memicu gelombang kritik.

Kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Gubernur No. 463.1/Kep.323-Disdik/2025 itu awalnya dimaksudkan untuk mencegah anak putus sekolah. Namun, pelaksanaannya dianggap terburu-buru dan bertentangan dengan sejumlah regulasi pendidikan nasional.

Melalui keputusan tersebut, Pemprov Jabar membuka ruang bagi sekolah negeri dan SMA Terbuka untuk menampung siswa dari keluarga tidak mampu, anak panti asuhan, korban bencana, hingga mereka yang berada di wilayah minim akses pendidikan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kami hanya ingin memastikan tidak ada anak yang gagal sekolah karena tidak diterima di sekolah negeri,” ujar Dedi Mulyadi saat dikonfirmasi, Kamis (3/7/2025).

Dedi menyebut kebijakan ini bersifat sementara, hingga pembangunan 736 ruang kelas tambahan rampung pada Januari 2026. Dana sebesar Rp 100 miliar telah disiapkan untuk proyek ini.

Ombudsman: Berpotensi Langgar Prosedur SPMB dan Standar Pendidikan

Namun, Ombudsman Jawa Barat menilai keputusan tersebut menabrak aturan sistem penerimaan murid baru (SPMB) dan standar nasional pendidikan.

“Penambahan daya tampung seharusnya disiapkan sebelum proses pendaftaran, bukan di tengah atau di akhir. Ini menyalahi tahapan perencanaan,” kata Dan Satriana, Ketua Ombudsman Jawa Barat.

Menurut Dan, kebijakan ini berisiko menurunkan kualitas pembelajaran, membuka celah “titipan siswa”, serta mencederai kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan yang seharusnya adil dan transparan.

Ia juga mengingatkan bahwa peningkatan kuota kelas hanya diperbolehkan di kondisi tertentu, seperti sekolah baru, kelas rangkap, atau daerah khusus—yang semuanya telah diatur dalam peraturan Kemendikbudristek.

Forum SMA Swasta Jabar Desak Pencabutan: “Kami Terancam Gulung Tikar”

Paling keras menolak kebijakan ini adalah Forum Kepala SMA Swasta Jawa Barat. Ketua umumnya, Ade D. Hendriana, menyebut penambahan kuota di sekolah negeri hingga 50 siswa per kelas akan mematikan sekolah swasta, khususnya yang berada di pinggiran kota dan pedesaan.

“Kalau semua ditarik ke negeri, kami bisa tutup. Ini bukan hanya soal ruang belajar, tapi soal keadilan ekosistem pendidikan,” tegas Ade.
“Kebijakan ini muncul di luar pembahasan SPMB dan menimbulkan potensi siswa titipan,” lanjutnya.

Forum ini bahkan mengancam akan menggugat Pemprov Jabar ke PTUN jika kebijakan tidak dicabut. Surat terbuka pun sudah dilayangkan ke sejumlah pejabat nasional, termasuk Presiden Prabowo Subianto, Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti, dan Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian.

Dedi Mulyadi: “Ini Demi Anak-Anak Tak Mampu, Bukan Lawan Swasta”

Dedi membantah kebijakan ini akan mematikan sekolah swasta. Ia mengklaim justru melindungi anak-anak tak mampu yang tinggal jauh dari akses pendidikan, termasuk dari sekolah swasta.

“Ini untuk daerah-daerah tertentu. Kalau semua anak miskin harus ke swasta yang jauh, biaya tinggi, ya mereka pasti putus sekolah,” ujarnya.

Menurutnya, untuk jenjang SMA/SMK, interaksi pembelajaran sudah berbeda dari SD dan SMP. “Siswa SMA lebih mandiri, tidak semua materi harus dibimbing satu per satu,” tambahnya.

Dedi juga menyoroti data angka putus sekolah di Jawa Barat yang tertinggi secara nasional:

  • 200.167 siswa lulusan SMP tidak melanjutkan sekolah
  • 168.689 siswa tercatat putus sekolah secara total

“Angka ini memalukan. Saya tidak bisa tinggal diam,” tegasnya.

Antara Akses dan Mutu, Pendidikan Jabar Di Ujung Persimpangan

Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi berada di titik rawan dilema publik: antara memenuhi hak pendidikan bagi yang miskin, atau menjaga kualitas dan keadilan sistem secara keseluruhan. Di satu sisi, pendidikan harus menjangkau semua kalangan. Di sisi lain, akses tanpa kualitas adalah janji kosong.

Kritik dari Ombudsman dan forum kepala sekolah swasta bukan semata bentuk perlawanan, tetapi cerminan bahwa kebijakan darurat tetap perlu kehati-hatian dan akuntabilitas, apalagi menyangkut masa depan generasi muda.***

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Pemerintah Siap Ambil Alih Lahan Terlantar Lewat Mekanisme Reforma Agraria
Jokowi Tak Gentar Hadapi Tuduhan Ijazah Palsu: “Saya Tahu Ini Agenda Besar Politik”
Menteri ATR: 48 Persen Lahan Bersertifikat Dikuasai oleh 60 Keluarga
Gubernur Dedi Mulyadi Temukan Warga Miskin Konsumsi Makanan dari Sampah di Sekitar TPA Sarimukti
Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Dinilai Lampaui Kewenangan, Dituding Timbulkan Kebuntuan Konstitusi
Fakta Baru Kematian Diplomat Kemenlu Arya Daru, Istri Tiga Kali Minta Kamarnya Dicek
Ayah dan Anak Jadi Tersangka Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Kerugian Negara Capai Rp 285 Triliun
Mulai 14 Juli, Jam Masuk SMA/SMK/SLB di Jabar Dimajukan ke 06.30 WIB, MPLS Libatkan TNI-Polri

Berita Terkait

Senin, 14 Juli 2025 - 19:50 WIB

Pemerintah Siap Ambil Alih Lahan Terlantar Lewat Mekanisme Reforma Agraria

Senin, 14 Juli 2025 - 19:26 WIB

Jokowi Tak Gentar Hadapi Tuduhan Ijazah Palsu: “Saya Tahu Ini Agenda Besar Politik”

Senin, 14 Juli 2025 - 09:51 WIB

Menteri ATR: 48 Persen Lahan Bersertifikat Dikuasai oleh 60 Keluarga

Minggu, 13 Juli 2025 - 22:45 WIB

Gubernur Dedi Mulyadi Temukan Warga Miskin Konsumsi Makanan dari Sampah di Sekitar TPA Sarimukti

Minggu, 13 Juli 2025 - 20:41 WIB

Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Dinilai Lampaui Kewenangan, Dituding Timbulkan Kebuntuan Konstitusi

Berita Terbaru