Garut, Mevin.ID – Tragedi ledakan amunisi kadaluwarsa di Desa Sagara, Cibalong, Kabupaten Garut, Senin (12/5), memunculkan gelombang keprihatinan dan desakan dari parlemen. Sebanyak 13 orang dinyatakan tewas—empat di antaranya prajurit TNI, sembilan lainnya warga sipil.
Suara tangisan masih terdengar di RSUD Pameungpeuk, tempat seluruh jenazah korban dievakuasi. Di sisi lain, di Jakarta, para anggota DPR mulai bersuara keras: tragedi ini tak bisa dianggap sekadar kecelakaan teknis. Ada nyawa yang harus dipertanggungjawabkan.
TB Hasanuddin: “Lokasi Sudah Aman, Tapi Pengawasan Harus Ketat”
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menyoroti prosedur pemusnahan amunisi. Meski lokasi pemusnahan dinilai sesuai ketentuan karena jauh dari permukiman, ia menilai tragedi ini terjadi karena pengawasan area yang lemah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Masyarakat tidak seharusnya bisa mengakses wilayah berbahaya seperti itu. Ke depan, harus ada pembatasan dan pengamanan ekstra ketat,” ujar purnawirawan jenderal TNI itu.
Ia menjelaskan, amunisi kedaluwarsa punya sifat tak stabil—ada yang meledak langsung, ada pula yang tertunda. Hal ini, menurutnya, mesti jadi pelajaran untuk menyempurnakan SOP pemusnahan.
Lola Nelria: “Harus Transparan, Jangan Ulangi di Tempat Lain”
Komisi III DPR RI juga angkat suara. Lola Nelria Oktavia menuntut keterbukaan informasi dari TNI dan Polri soal penyebab ledakan dan proses penanganannya.
“Kegiatan ini bukan pertama kali dilakukan. Artinya, semestinya sudah ada sistem pengamanan yang matang. Kita butuh transparansi penuh, bukan spekulasi,” katanya.
Legislator dari daerah pemilihan Garut itu mengaku sudah berkoordinasi dengan kepolisian setempat dan meminta hasil investigasi diumumkan ke publik.
Oleh Soleh: “Harga Nyawa Tak Bisa Dianggap Murah”
Sikap lebih tegas datang dari Anggota Komisi I lainnya, Oleh Soleh. Ia meminta investigasi menyeluruh dan menegaskan perlunya penanggung jawab dalam insiden ini.
“Kita harus tahu siapa yang bertanggung jawab. Tidak boleh ada pembiaran. Harga nyawa tidak bisa dianggap enteng,” ucapnya.
Komisinya berencana memanggil Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat untuk meminta penjelasan lengkap, termasuk apakah prosedur sudah sesuai SOP atau justru ada kelalaian fatal.
Evaluasi Menyeluruh Jadi Keharusan
TNI sendiri telah mengakui bahwa bahan peledak yang dimusnahkan berasal dari Gudang Pusat Amunisi (Gupusmu) III Puspalad TNI AD. Lokasi pemusnahan rutin ini memang jauh dari permukiman, tapi faktanya tidak steril dari warga.
Legislator pun menyinggung insiden serupa yang pernah terjadi di Cilandak pada 1980-an, sebagai bukti bahwa sejarah seharusnya jadi guru.
Luka Belum Kering, Evaluasi Tak Boleh Mandek
Ketiga legislator menyampaikan duka mendalam bagi para korban. Namun di balik duka itu, mereka sepakat bahwa tragedi ini adalah alarm keras bahwa prosedur militer juga tidak kebal terhadap evaluasi sipil.***