Jakarta, Mevin.ID – Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari, menyampaikan keprihatinannya atas maraknya isu oplosan (blending) bahan bakar minyak (BBM) yang beredar di masyarakat. Hal ini diungkapkannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi XII DPR RI bersama sejumlah pihak terkait industri energi, Rabu (26/2/2025).
Rapat tersebut dihadiri oleh Plt Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Presiden Direktur Mobility Shell Indonesia, Presiden Direktur PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), Presiden Direktur PT AKR Corporindo, Direktur Utama PT Indomobil Prima Energi, dan Direktur Utama PT Vivo Energi Indonesia.
Pertanyaan Kritis soal Standar RON BBM
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ratna mempertanyakan siapa yang berwenang menentukan angka Research Octane Number (RON) pada BBM dan bagaimana evaluasi dilakukan terhadap standar BBM yang beredar di pasaran. “Sebenarnya yang berwenang untuk menentukan RON itu siapa dan bagaimana evaluasinya? Agar publik bisa paham, bahwa standar yang dimiliki oleh SPBU yang ada di Indonesia harus sama,” tegasnya dalam rapat yang digelar di Ruang Komisi XII, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta.
Ia menekankan bahwa konsumen memiliki hak untuk memilih kualitas BBM yang sesuai dengan usia dan kondisi mesin kendaraan mereka. “Konsumen memiliki hak untuk memilih BBM yang sesuai dengan kondisi mesin kendaraan mereka. Yang bisa diukur itu dari mesin kendaraan, apakah bermasalah dengan jenis BBM tertentu atau tidak,” ujar Ratna, yang merupakan anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB).
Kebingungan soal SPBU Mini dan Pertashop
Ratna juga mengungkapkan kebingungannya mengenai perbedaan antara istilah “SPBU Mini” dan “Pertashop”, yang sering digunakan dalam diskusi mengenai distribusi BBM di daerah. “Kami masih agak ambigu dengan dua istilah tersebut. Bedanya apa antara SPBU Mini dan Pertashop? Mungkin bisa dijelaskan lebih lanjut,” ujarnya.
Ia meminta klarifikasi dari para pelaku industri energi mengenai perbedaan kedua istilah tersebut, terutama dalam konteks penyebaran jaringan SPBU di daerah-daerah.
Pemerataan Akses Energi untuk Daerah 3T
Sebagai penutup, Ratna menekankan pentingnya pemerataan akses energi, khususnya untuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Ia berharap agar distribusi energi di daerah tersebut dapat dimaksimalkan untuk mencapai keadilan energi bagi seluruh masyarakat Indonesia. “Penugasan di daerah 3T harus dimaksimalkan kembali, supaya keadilan dalam energi ini bisa segera diwujudkan,” pungkasnya.
Momen Penting untuk Klarifikasi dan Perbaikan Kebijakan
RDP dan RDPU ini menjadi momen penting bagi para pemangku kebijakan dan pelaku industri energi untuk memberikan klarifikasi atas berbagai isu yang berkembang di masyarakat. Diskusi ini juga membuka ruang bagi perbaikan kebijakan pasokan BBM yang lebih transparan, adil, dan memenuhi kebutuhan konsumen.
Dengan adanya dialog ini, diharapkan dapat tercipta kebijakan yang lebih baik dalam mengatur standar BBM, distribusi energi, serta menjamin hak konsumen untuk mendapatkan bahan bakar berkualitas sesuai dengan kebutuhan kendaraan mereka. ***