DI LAYAR ponsel, kita melihat seorang bocah SD dengan seragam lusuh, suara terbata, dan mata berkaca-kaca.
Namanya Madan. Usianya belum genap belasan, tetapi keberanian yang ia tunjukkan melebihi banyak orang dewasa: menjemput adiknya, Sintia, untuk kabur dari rumah yang semestinya menjadi tempat perlindungan, namun berubah menjadi ruang luka dan ketakutan.
“Badan adik biru-biru,” ucap Madan lirih dalam video yang viral itu. Kalimat sederhana, tapi cukup untuk menampar kesadaran kita.
Anak yang Terpaksa Menjadi Orang Tua
Madan masih harus menghafal perkalian, belajar IPA, dan menulis karangan tentang cita-cita. Namun, realitas memaksanya tumbuh lebih cepat.
Ibunya sudah lama ke Malaysia, ayahnya dipenjara, sementara ia sendiri tinggal bersama ibu tiri. Dalam kekosongan kasih sayang itu, Madan justru mengambil peran yang seharusnya dimainkan oleh orang dewasa: menjadi pelindung utama bagi adiknya.
Apa yang mendorong seorang anak seusia itu nekat membawa kabur adiknya? Jawabannya sederhana: cinta dan naluri untuk melindungi. Cinta yang lahir dari luka, naluri yang lahir dari rasa takut kehilangan.
Kekerasan yang Tak Pernah Kecil
Kekerasan terhadap anak sering dianggap “masalah rumah tangga”. Kalimat yang kerap dijadikan tameng untuk menutup mata.
Padahal, tidak ada kekerasan yang kecil ketika menyasar tubuh rapuh seorang anak. Setiap pukulan meninggalkan jejak: di kulit, di hati, di jiwa.
Luka itu tidak hanya membiru di tubuh Sintia, tapi juga bisa berbekas hingga dewasa, menjelma trauma yang panjang.
Viral Bukan Berarti Selesai
Kasus Madan dan Sintia kini jadi atensi Pemkot Binjai. Pemerintah berjanji turun tangan, warganet beramai-ramai menyuarakan simpati.
Namun, pertanyaan besar selalu sama: apakah perhatian ini akan bertahan setelah sorotan media padam?
Anak-anak seperti Madan dan Sintia tak butuh sekadar simpati di kolom komentar. Mereka butuh perlindungan nyata, pendampingan psikologis, dan lingkungan yang memberi rasa aman.
Cermin Bagi Kita Semua
Di balik kisah pilu ini, ada pesan keras bagi kita: masih banyak anak di negeri ini yang tumbuh tanpa pelukan, tanpa keamanan, bahkan tanpa suara untuk mengadu.
Madan hanyalah satu wajah dari ribuan anak yang hidup di persimpangan antara kemiskinan, ketidakpedulian, dan kekerasan domestik.
Keberanian Madan mestinya menjadi alarm bagi kita, orang dewasa yang lebih berdaya.
@yayan_selaras2Namanya madan dan adiknya Sintia, madan lari dari rumah membawa adiknya, sedangkan ibu kandungnya merantau ke Malaysia dan ayah nya di penjara, madan menjelaskan kalo adiknya sering di pukuli nenek, maka dari itu sang kakak membawa lari adiknya agar tidak di pukuli nenek #kakakadik #binjai #beritatiktok #beritaterkini #fyp
Jangan sampai anak-anak terus dipaksa menjadi orang tua sebelum waktunya, hanya karena kita gagal menyediakan rumah yang aman bagi mereka.***


























