“The sun also shines on the wicked.”
– Seneca
Kalimat ini terdengar getir. Tapi di balik kesederhanaannya, tersembunyi kenyataan hidup yang tak bisa kita tolak: alam tak pernah memilah siapa yang layak diberi cahaya.
Seperti matahari yang bersinar untuk semua orang, hidup pun tak selalu memberi ganjaran pada yang baik, atau hukuman pada yang jahat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketika kita melihat orang yang culas justru hidup nyaman, sementara yang jujur harus berjuang keras untuk sekadar bertahan, rasa tidak adil itu datang mengetuk.
Mengapa dunia tampak lebih ramah pada mereka yang tak peduli pada kebaikan?
Pertanyaan ini bukan milik zaman modern saja. Sejak era Yunani kuno, dari Socrates hingga Seneca, para filsuf telah menggumamkan kegelisahan yang sama.
Tapi bedanya, Seneca tak datang dengan keluhan—ia datang dengan penerimaan.
Seneca dan Kebajikan yang Tak Bersyarat
Seneca, filsuf Stoik dari Roma, tidak membenarkan kejahatan. Tapi ia menyadarkan kita bahwa hidup ini bergerak dengan logikanya sendiri.
Terkadang, kebaikan tidak selalu berbuah manis, dan keburukan tak langsung menuai hukuman.
Ini bukan karena alam tak peduli, tapi karena alam memang berjalan netral—seperti matahari yang tak pernah bertanya siapa yang layak disinari.
Dalam filsafat Stoik, satu hal yang diajarkan berulang kali adalah: kendalikan apa yang bisa kamu kendalikan.
Dunia di luar diri—termasuk ketidakadilan dan kemewahan yang salah sasaran—bukan wilayah kuasa kita. Tapi sikap kita terhadap dunia? Itu sepenuhnya tanggung jawab pribadi.
Dengan kata lain, bukan tugas kita mengatur siapa yang patut mendapat cahaya. Yang bisa kita pastikan hanyalah satu hal: bahwa kita sendiri terus bersinar, meski tak selalu terlihat.
Ketika Dunia Digital Memberi Panggung pada Semua Orang
Kini, di zaman algoritma dan viralitas instan, pelajaran dari Seneca semakin terasa menohok. Platform digital memberi panggung yang sama pada semua orang—baik yang menyebar kebajikan, maupun yang menyebar kebencian.
Kadang kita dibuat frustrasi: mengapa mereka yang menyulut amarah justru paling banyak ditonton? Mengapa integritas sering kalah dari sensasi?
Tapi Seneca akan berkata: jangan buang energi untuk hal yang tak bisa kau ubah.
Tugas kita bukan menghentikan matahari bersinar pada orang jahat, tapi memastikan bahwa kita tidak kehilangan cahaya kita sendiri.
Bukan Soal Siapa yang Mendapat Terang, Tapi Siapa yang Jadi Terang
Menerima kenyataan bahwa “matahari juga bersinar untuk orang jahat” bukanlah bentuk kepasrahan. Ini adalah bentuk kematangan.
Saat kita tak lagi sibuk menuntut dunia berlaku adil sesuai keinginan kita, kita punya ruang lebih luas untuk memperbaiki diri, bertumbuh, dan tetap menjunjung nilai-nilai yang kita yakini.
Seneca mengajarkan bahwa kedamaian bukan datang dari dunia yang ideal, tapi dari diri yang stabil.
Bahwa kita tak perlu iri pada sinar yang jatuh ke orang lain—karena kita punya cahaya sendiri. Dan dunia selalu membutuhkan lebih banyak cahaya dari dalam.***
Penulis : Bar Bernad