Menakar Dampak Penghapusan Kuota Impor ala Prabowo—Antara Akses dan Ancaman

- Redaksi

Kamis, 10 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan pada acara sarasehan ekonomi bertajuk

Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan pada acara sarasehan ekonomi bertajuk "Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Tarif Perdagangan" di Jakarta, Selasa (8/5/2025). (ANTARA/Aditya Pradanna Putra)

PRESIDEN Prabowo Subianto melontarkan sebuah gebrakan yang menjadi bahan perdebatan hangat di kalangan pelaku usaha dan pengamat ekonomi: penghapusan kuota impor.

Dalam pernyataannya, Prabowo menilai sistem kuota selama ini hanya menciptakan kartel impor terselubung, yang menguntungkan segelintir pihak dan menyulitkan akses masyarakat terhadap barang-barang pokok.

“Sudah saatnya sistem kuota dihapus. Siapa pun yang mau impor daging atau bahan kebutuhan pokok, silakan. Rakyat kita juga sudah pintar, jangan dibatasi lagi dengan kuota-kuota itu,” tegas Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi di Jakarta (8/4/2025).

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Latar Belakang Gagasan Prabowo

Gagasan ini lahir dari dorongan untuk menciptakan sistem perdagangan yang lebih terbuka, adil, dan efisien.

Prabowo menyoroti bagaimana selama ini kuota impor sering kali digunakan sebagai alat kepentingan kelompok tertentu, yang menciptakan ketimpangan dalam distribusi izin impor.

Namun, keputusan ini juga tak bisa dilepaskan dari situasi global, di mana Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru-baru ini menaikkan tarif impor balasan terhadap Tiongkok hingga 104%.

Dunia kini menghadapi babak baru ketegangan perdagangan, yang berpotensi menimbulkan efek domino terhadap rantai pasok global.

Dalam konteks ini, Prabowo tampaknya ingin memastikan bahwa Indonesia tetap bisa menjaga stabilitas pasokan kebutuhan pokok dan bahan baku industri, tanpa harus bergantung pada peraturan rumit yang justru memperlambat respons pasar.

Dampak Positif: Membuka Akses dan Menekan Harga

Penghapusan kuota bisa berdampak positif bagi konsumen dan industri yang selama ini kesulitan mendapatkan pasokan.

Tanpa kuota, pasokan barang bisa lebih fleksibel, harga lebih terkendali, dan kompetisi menjadi lebih terbuka. Ini sangat penting terutama ketika pasokan lokal belum mampu mencukupi permintaan—seperti kasus daging, gula, atau kedelai.

Di tengah ketidakpastian global akibat kebijakan proteksionis negara-negara besar seperti AS, Indonesia perlu memastikan bahwa sistem perdagangannya cukup adaptif untuk menghadapi fluktuasi harga dan gangguan rantai pasok.

Dengan sistem terbuka, respons terhadap kekurangan bisa lebih cepat dilakukan.

Ancaman Nyata: Industri Lokal Bisa Tergerus

Namun, kebijakan ini juga mengandung risiko besar. Sektor-sektor seperti pertanian, peternakan dan Fashion lokal yang belum kompetitif berpotensi kolaps jika dibanjiri produk impor yang lebih murah.

Jika tidak disertai dengan perlindungan dan pemberdayaan terhadap produsen lokal, kebijakan ini malah bisa memperdalam ketimpangan.

Tanpa kuota, pasar menjadi terbuka lebar. Tapi dalam konteks global yang sedang memanas akibat perang dagang, kita juga perlu waspada.

Barang-barang murah dari negara lain bisa masuk besar-besaran ke Indonesia sebagai pelarian pasar, merusak harga domestik dan menyulitkan produsen dalam negeri.

Neraca Komoditas: Alat Kontrol atau Formalitas?

Pemerintah menyatakan bahwa sistem pengendalian tetap akan dijalankan melalui Neraca Komoditas (NK), yang menghitung produksi dan konsumsi nasional untuk menentukan kebutuhan impor. Namun, efektivitas NK masih dipertanyakan, apalagi jika tidak disertai pembatasan fisik seperti kuota.

NK bisa menjadi alat pengendali yang baik, tapi jika data yang digunakan tidak akurat dan pengawasan lemah, maka kebijakan ini rawan disalahgunakan.

Mencari Jalan Tengah: Terbuka Tapi Terkontrol

Daripada menghapus kuota secara total, langkah yang lebih bijak bisa jadi adalah membuka akses lebih luas dengan sistem kuota yang lebih transparan, terukur, dan adil.

Impor bahan baku industri tetap dipermudah, tetapi komoditas strategis seperti pangan harus tetap memiliki pengendalian untuk melindungi petani dan UMKM.

Dalam menghadapi tekanan global akibat perang dagang, Indonesia harus fleksibel namun protektif. Kita tidak bisa hanya bergantung pada mekanisme pasar.

Negara harus hadir dalam menjamin keadilan ekonomi, terutama bagi kelompok rentan.

***

Wacana penghapusan kuota impor ala Prabowo adalah langkah berani yang membuka peluang pembaruan dalam sistem perdagangan nasional.

Namun, keberanian ini harus dibarengi dengan kebijakan proteksi cerdas, pengawasan ketat, dan pemberdayaan produsen lokal secara masif. Jangan sampai semangat membuka pasar justru mengorbankan petani, peternak, dan industri kecil di negeri sendiri.

Dalam dunia yang semakin tak menentu akibat perang dagang, kebijakan perdagangan harus tanggap, adaptif, dan tetap berpihak pada kepentingan nasional.

Pasar bebas memang penting, tapi ketahanan ekonomi nasional jauh lebih penting.***

Penulis : Bar Bernad

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Seneca: Amarah Tak Terkendali Lebih Menyakiti Diri Kita daripada Luka yang Menyebabkannya
Sikap Tegas Bupati dan Kejari Bekasi Ditunggu Warga Dalam Polemik Fasos-Fasum yang Dikelola Secara Ilegal
Zeno dari Citium: Di Era Ramai Bicara, Bijaklah untuk Lebih Banyak Mendengarkan
Gubernur Dedi Mulyadi Diidolakan, Tapi Mampukah Ia Ubah Jawa Barat?
Sampah, Sanksi, dan Sadar Diri: Saatnya Pengelola Kawasan Tidak Lagi Berlindung di Balik Pemda
Menanti Kehadiran Peran Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional
Jangan Paksa Dunia Mengikuti Kehendakmu – Inilah Nasihat Epictetus yang Menguatkan Jiwa
Bom Waktu Ketimpangan: Mengapa Rakyat Tetap Miskin Meski Negara Kaya

Berita Terkait

Sabtu, 17 Mei 2025 - 23:04 WIB

Seneca: Amarah Tak Terkendali Lebih Menyakiti Diri Kita daripada Luka yang Menyebabkannya

Sabtu, 17 Mei 2025 - 22:19 WIB

Sikap Tegas Bupati dan Kejari Bekasi Ditunggu Warga Dalam Polemik Fasos-Fasum yang Dikelola Secara Ilegal

Jumat, 16 Mei 2025 - 22:56 WIB

Zeno dari Citium: Di Era Ramai Bicara, Bijaklah untuk Lebih Banyak Mendengarkan

Kamis, 15 Mei 2025 - 22:30 WIB

Gubernur Dedi Mulyadi Diidolakan, Tapi Mampukah Ia Ubah Jawa Barat?

Rabu, 14 Mei 2025 - 09:31 WIB

Sampah, Sanksi, dan Sadar Diri: Saatnya Pengelola Kawasan Tidak Lagi Berlindung di Balik Pemda

Berita Terbaru