Jakarta, Mevin.ID – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menegaskan bahwa perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) tetap menjadi prioritas utama pemerintah, termasuk dalam rencana pencabutan moratorium penempatan PMI ke Arab Saudi.
Dalam siaran pers yang dirilis oleh KP2MI pada Kamis (27/3), Karding menekankan bahwa kementeriannya tidak akan menjalin kerja sama penempatan tenaga kerja dengan negara mana pun yang belum memiliki regulasi perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.
“Pelindungan tetap menjadi prioritas utama pemerintahan kami,” ujar Karding di Jakarta.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menambahkan bahwa hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang secara tegas melarang kerja sama dengan negara yang tidak memiliki aturan perlindungan tenaga kerja.
“Dalam undang-undang sudah jelas disebutkan, kita tidak boleh membuka kerja sama penempatan dengan negara yang belum memiliki regulasi perlindungan pekerja. Oleh karena itu, kami akan sangat berhati-hati dalam setiap keputusan yang diambil,” katanya.
Kajian Mendalam Sebelum Mencabut Moratorium ke Arab Saudi
Pemerintah tengah mengkaji pencabutan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi, yang sebelumnya diberlakukan sebanyak dua kali, yakni pada 2011 dan 2015.
Menteri Karding mengakui bahwa pihaknya terus melakukan evaluasi terhadap berbagai perubahan yang terjadi di Arab Saudi selama masa moratorium.
“Kami mengkaji sistem yang telah berubah di Arab Saudi, kebiasaan yang telah beradaptasi, dan ternyata perkembangan di sana cukup signifikan. Perlindungan bagi pekerja migran juga mengalami peningkatan yang luar biasa,” ujarnya.
Sebagai langkah antisipasi, Kementerian P2MI memastikan bahwa jika moratorium dicabut, pekerja migran yang ditempatkan di Arab Saudi akan mendapatkan gaji minimum sebesar 1.500 riyal (sekitar Rp6,6 juta).
Selain itu, mereka juga akan memperoleh jaminan asuransi kesehatan, jiwa, dan ketenagakerjaan, pengaturan jam kerja yang lebih jelas, larangan penyitaan dokumen pribadi, serta jaminan tempat tinggal yang layak dengan sistem integrasi data yang lebih baik.
Belajar dari Filipina dan India, Pemerintah Tidak Akan Tergesa-gesa
Sebelum mencabut moratorium, Kementerian P2MI juga tengah mempelajari rancangan nota kesepahaman (MoU) terkait penempatan pekerja migran yang telah disepakati oleh negara lain seperti Filipina dan India. Selain itu, koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan DPR juga terus dilakukan untuk memastikan kebijakan yang diambil sesuai dengan prinsip perlindungan pekerja.
“Kami mengkaji dan mengombinasikan berbagai kebijakan yang telah diterapkan di negara lain. Oleh karena itu, kami akan sangat berhati-hati dan tidak akan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan,” tegas Karding.
Ia menambahkan bahwa pemerintah berupaya menciptakan tata kelola perlindungan yang ideal bagi pekerja migran Indonesia sebelum akhirnya membuka kembali penempatan ke Arab Saudi.
“Yang utama adalah memastikan rakyat kita benar-benar terlindungi. Kami ingin menciptakan sistem perlindungan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi pekerja migran Indonesia,” tutupnya.***