Jakarta, Mevin.ID — Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menegaskan pentingnya pendekatan pembinaan dan sanksi administratif dalam menangani pelaku UMKM yang melanggar aturan.
Menurutnya, penerapan sanksi pidana harus menjadi upaya terakhir—atau ultimate remedium—agar keberlangsungan usaha mikro tetap terjaga.
Pernyataan ini disampaikan Menteri Maman dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Kamis (15/5), sebagai respons terhadap kasus hukum yang tengah dihadapi pelaku UMKM “Mama Khas Banjar” di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Undang-Undang Pangan memberikan aturan yang lebih spesifik dan relevan. Jadi, pendekatan hukum yang lebih ringan dan edukatif melalui sanksi administratif seharusnya didahulukan sebelum menempuh jalur pidana,” tegas Maman.
Lebih dari sekadar menegakkan hukum, Maman mengingatkan bahwa sebagian besar pelaku UMKM belum memiliki pemahaman hukum maupun keterampilan administratif yang memadai. Karena itu, negara harus hadir untuk memberikan pendampingan, sosialisasi, serta kemudahan dalam memenuhi standar aturan.
“Kami bukan membela kesalahan, tapi ini bagian dari refleksi agar mekanisme pembinaan UMKM lebih baik. Pelaku UMKM harus diberi ruang untuk belajar dan berkembang tanpa takut langsung dijerat pidana,” ujarnya.
Maman juga menyatakan komitmen Kementerian UMKM untuk memperkuat perlindungan dan pembinaan bagi sekitar 56 juta pelaku usaha mikro di Indonesia, agar mereka dapat terus berkontribusi dalam ekonomi kerakyatan.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, mendorong agar hukuman seringan-ringannya diberikan dalam kasus UMKM Mama Khas Banjar. Ia juga mengingatkan nota kesepahaman antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan Polri yang seharusnya mengedepankan sanksi administratif sebagai langkah awal.
Di tengah dinamika hukum dan regulasi, pendekatan yang proporsional dan berkeadilan menjadi kunci agar UMKM tetap kuat dan tumbuh, tanpa harus terhambat oleh proses hukum yang berat.***