Bekasi, Mevin.ID — Di tengah riuhnya wacana ekonomi yang katanya sedang “tidak baik-baik saja”, ada cerita sederhana namun penuh makna dari sebuah warung kecil di depan Kampus Bani Saleh, Margahayu, Bekasi Timur.
Maman (53), seorang pedagang Warmindo asal Kecamatan Ciniru, Kuningan, Jawa Barat, tetap menyalakan bara semangatnya sejak 1998. Saat itu, dia masih bujangan. Kini, ia adalah kepala keluarga dengan tiga anak dan satu pencapaian yang membanggakan: berhasil menyekolahkan anak perempuannya hingga lulus Diploma 1 jurusan Kebidanan.
“Alhamdulillah, anak saya yang sulung sekarang sudah kerja di rumah sakit swasta di Kuningan. Sudah nikah juga. Semua dari hasil mangkok demi mangkok mi instan ini,” kata Maman, matanya berkaca-kaca, Rabu (11/6/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Warung Maman bukan sekadar tempat makan mi dan kopi saset. Warung itu adalah saksi perjalanan hidup, tempat di mana cinta dan kerja keras diracik bersama bumbu dan air panas, lalu dihidangkan dengan senyuman.
Ramah, Kunci Dagang yang Tak Pernah Usang
Menurut Maman, rahasia keberlangsungan usahanya bukan sekadar harga murah atau porsi jumbo, tapi sesuatu yang lebih manusiawi: keramahan.
“Pembeli mah kalau kita ramah, insyaallah betah. Kita dagang enggak usah neko-neko, yang penting ikhlas, jujur, dan jangan pelit senyum,” ujarnya, sambil menyeduh teh hangat untuk pelanggan.
Dan nyatanya, warung Maman selalu ramai. Tak hanya mahasiswa, tapi juga ojek online, karyawan, bahkan warga sekitar.
Dari Bekasi ke Majalengka: Warung Cabang yang Dirintis
Kesuksesan tak membuat Maman lupa daratan, tapi justru ingin menjejak lebih dalam ke tanah asal. Kini, ia membuka cabang warung nasi di samping Terminal Raja Galuh, Majalengka.
“Kebetulan ada saudara di kampung. Kami bikin sistem roling. Dua bulan sekali yang jaga ganti-gantian antar keluarga. Di Kuningan mah orangnya rata-rata dagang, bertani, atau kerja serabutan,” jelasnya.
Hangatnya Mi, Hangatnya Harapan
Dalam sebuah masa di mana banyak orang bingung mencari arah, Maman memberikan jawaban sederhana: kerja keras, konsistensi, dan menjaga relasi sesama manusia.
Tak ada strategi digital canggih, tak ada campaign viral, hanya semangkuk mi, seulas senyum, dan tangan yang tak lelah menyeduh harapan.
Di setiap suapan pelanggan, terselip cerita tentang seorang ayah yang tak pernah menyerah. Bagi Maman, hidup boleh sederhana, tapi mimpi anak-anaknya harus tetap tinggi.***
Penulis : Pratigto