Jakarta, Mevin.ID – Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) memutuskan bahwa penangkapan terhadap jaksa dalam kasus tertentu, termasuk operasi tangkap tangan (OTT), tidak lagi memerlukan izin dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Putusan ini dibacakan dalam sidang pleno di Jakarta, Kamis (16/10).
“Mengabulkan permohonan I dan permohonan II untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 15/PUU-XXIII/2025.
MK menyatakan, Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat.
Ketentuan izin dari Jaksa Agung tetap berlaku, kecuali jika jaksa tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau disangka melakukan kejahatan berat, termasuk tindak pidana yang diancam hukuman mati, kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus.
“Dalam hal tertangkap tangan atau disangka melakukan tindak pidana berat, penangkapan dapat dilakukan tanpa izin Jaksa Agung,” bunyi putusan MK.
Sebelum putusan ini, setiap pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, dan penangkapan jaksa wajib mendapat izin Jaksa Agung. Namun, dengan norma baru, langkah penegakan hukum dapat dilakukan lebih cepat tanpa hambatan administratif dalam kasus-kasus tertentu.
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Arsul Sani menyatakan, perlindungan hukum terhadap penegak hukum tetap penting, tetapi tidak boleh menciptakan ketimpangan di depan hukum. “Ketiadaan pengecualian justru dapat menghambat proses penegakan hukum,” ujarnya.
Selain Pasal 8 ayat (5), MK juga membatalkan Pasal 35 ayat (1) huruf e UU Kejaksaan yang memberikan kewenangan kepada Jaksa Agung untuk memberikan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam pemeriksaan kasasi. MK menilai, ketentuan tersebut membuka ruang intervensi dan tidak memiliki batasan jelas, sehingga dinyatakan tidak lagi mengikat.
Putusan ini menandai perubahan signifikan dalam mekanisme pengawasan terhadap jaksa dan diharapkan memperkuat prinsip kesetaraan di depan hukum.***





















