MK Vs Parlemen? Putusan Pisah Pemilu 2029 Diserang, Partai Politik Meradang

- Redaksi

Kamis, 3 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta, Mevin.ID – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan jadwal Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah mulai 2029 terus menuai badai kritik.

Tidak hanya dari para pakar hukum tata negara, tapi kini reaksi keras datang langsung dari berbagai partai politik yang tergabung dalam parlemen. Mereka menyebut putusan MK melampaui kewenangannya, bahkan mengarah pada pelanggaran konstitusi dan pencurian kedaulatan rakyat.

Wakil Ketua DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Adies Kadir, menyatakan bahwa hasil rapat terbatas DPR bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu menemukan hampir semua pihak menyampaikan keluhan serius atas putusan MK tersebut.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Hampir semua mengeluhkan. Putusan ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian dalam sistem pemerintahan,” kata Adies, Selasa (1/7/2025), di Kompleks Parlemen.

Nasdem: MK Curi Kedaulatan Rakyat

Sikap paling keras dilontarkan oleh Partai Nasdem. Melalui pernyataan resmi yang dibacakan anggota Majelis Tinggi Nasdem, Lestari Moerdijat, mereka menilai MK telah bertindak sebagai negative legislator yang menciptakan norma hukum baru di luar wewenangnya.

“Putusan MK ini mencuri kedaulatan rakyat. Ini problem besar dalam ketatanegaraan. MK telah melanggar prinsip open legal policy yang seharusnya menjadi domain DPR dan pemerintah,” tegas Lestari dalam konferensi pers di Nasdem Tower, Senin (30/6/2025).

Nasdem juga menilai bahwa jika masa jabatan DPRD diperpanjang tanpa pemilu akibat jeda dua hingga dua setengah tahun antara Pemilu Nasional dan Lokal, maka terjadi pelanggaran serius terhadap Pasal 22E UUD 1945, yang secara eksplisit menyebut pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun.

“Anggota DPRD harus dipilih rakyat. Kalau mereka diperpanjang tanpa pemilu, maka itu inkonstitusional,” ujar Lestari.
“MK harus menjelaskan dasar tafsir konstitusinya. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal legitimasi demokrasi,” tambahnya.

Golkar: Mengganggu Pemerintahan, Inkonsisten dengan Putusan Lama MK

Partai Golkar juga menyampaikan keberatannya. Menurut Adies, pemisahan pemilu bisa menghambat program kerja pemerintah, mengganggu stabilitas politik, dan menciptakan beban birokrasi baru.

Adies menyoroti adanya kontradiksi antara putusan MK terbaru dan putusan MK sebelumnya, yakni Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019, yang menegaskan pentingnya keserentakan pemilu untuk efisiensi dan efektivitas pemerintahan.

“Putusan ini bukan hanya mengabaikan semangat efisiensi, tapi juga membuat satu rezim pemilu menjadi dua tahapan yang bisa membingungkan dan membebani masyarakat serta sistem pemerintahan,” jelasnya.

Golkar juga menilai bahwa berdasarkan Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 22E UUD 1945, pemilu untuk DPR, DPD, dan DPRD adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan secara waktu.

Putusan MK dan Tafsir Mahkamah

Dalam pertimbangannya, MK menyebut pemilu nasional dan pemilu lokal dapat dipisahkan, dengan pemilu lokal diselenggarakan dalam rentang 2 hingga 2,5 tahun setelah pelantikan Presiden dan anggota DPR-DPD. Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan bahwa hal ini memberikan ruang reformasi bagi sistem kepemiluan nasional.

Namun justru di sinilah letak kontroversinya: apakah tafsir Mahkamah ini sah dalam kerangka konstitusi, atau justru menciptakan krisis legitimasi?

Menuju Krisis Tata Negara?

Ketegangan antara Mahkamah Konstitusi dan lembaga legislatif kini mulai terlihat. Kritik partai politik bukan hanya soal teknis pemilu, tapi juga menyangkut legitimasi kekuasaan, kedaulatan rakyat, dan makna lima tahunan dalam pemilu.

Apakah ini awal dari pertarungan tafsir konstitusi antara MK dan DPR? Ataukah justru momentum untuk mengoreksi ulang arah sistem demokrasi kita? ***

 

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

KP2MI Pastikan Perlindungan Pekerja Migran RI dalam Kerja Sama dengan Qatar
Misteri Mayat Tanpa Kepala di Kali Ciliwung: Tubuh Membusuk, Dikelilingi Biawak, dan Sulit Diidentifikasi
Misteri Kematian Diplomat Muda Arya Daru Pangayunan: Bunuh Diri, Pembunuhan, atau Tekanan Psikologis?
Bandara Husein Sastranegara Kembali Layani Penerbangan Komersial
Fenomena Bediding Mulai Terasa, BMKG Prediksi Berlangsung hingga Awal September
Kemendikdasmen Akui Tak Punya Anggaran Jalankan Putusan MK Soal Sekolah Swasta Gratis
Gubernur Jabar Hentikan Proyek Lapangan Golf di Kaki Gunung Salak
Polisi: Diplomat Muda ADP Miliki Riwayat GERD dan Kolesterol, Penyelidikan Masih Berlanjut

Berita Terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 19:45 WIB

KP2MI Pastikan Perlindungan Pekerja Migran RI dalam Kerja Sama dengan Qatar

Kamis, 10 Juli 2025 - 19:41 WIB

Misteri Mayat Tanpa Kepala di Kali Ciliwung: Tubuh Membusuk, Dikelilingi Biawak, dan Sulit Diidentifikasi

Kamis, 10 Juli 2025 - 19:26 WIB

Misteri Kematian Diplomat Muda Arya Daru Pangayunan: Bunuh Diri, Pembunuhan, atau Tekanan Psikologis?

Kamis, 10 Juli 2025 - 18:44 WIB

Bandara Husein Sastranegara Kembali Layani Penerbangan Komersial

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:36 WIB

Kemendikdasmen Akui Tak Punya Anggaran Jalankan Putusan MK Soal Sekolah Swasta Gratis

Berita Terbaru