Jakarta, Mevin.ID — Industri tekstil dalam negeri makin terhimpit. Bukan hanya banjir baju bekas selundupan, kini pakaian baru asal China juga masuk secara ilegal dengan cara yang lebih canggih dan sulit dideteksi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, membenarkan fenomena tersebut. Barang-barang itu melenggang masuk lewat skema importasi borongan atau mixed container—satu kontainer berisi berbagai jenis produk, sehingga pengawasan bea cukai semakin rumit.
“Di dalam satu kontainer ada baju baru, elektronik, hingga peralatan rumah tangga. Pengawas jadi kesulitan mengidentifikasi mana yang diselundupkan,” ujar Danang kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/10/2025).
Tanpa Label, Lalu Dipasang di Indonesia
Menurut Danang, banyak pakaian jadi dari China yang bertolak ke Indonesia tanpa merek dan tanpa label negara asal. Label dan brand justru baru ditempel setelah barang berada di pasar domestik.
Akibatnya, asal-usul produk sulit ditelusuri. “Ini sudah kami laporkan sejak lama ke pemerintah,” tegasnya.
Industri Tekstil Terpuruk
Masuknya produk jadi impor—legal maupun ilegal—telah mempercepat jatuhnya banyak pabrik tekstil nasional.
“Dalam 3–4 tahun terakhir, sekitar 58 hingga 60 perusahaan gulung tikar,” urai Danang.
Salah satu faktor pemicunya ialah kebijakan impor yang dinilai terlalu longgar dalam Permendag 8/2024, sehingga membuka pintu masuk barang jadi dari luar negeri dengan lebih bebas.
Regulasi itu kini mulai direvisi. Permendag 17/2025 akan memperketat impor produk jadi — namun baru berlaku Agustus 2026, setahun setelah ditetapkan.
Celah Lama, Ancaman Baru
Modus campuran kontainer bukan hal baru, namun kini menjadi saluran utama masuknya pakaian ilegal tanpa pajak dan bea masuk. Dampaknya bukan hanya menghantam pasar lokal, tetapi juga menggerus penerimaan negara.
Sementara itu, pakaian ilegal yang beredar tanpa standar label juga menimbulkan risiko kesehatan dan pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI).***





















