Mulai 2029, Pemilu Nasional dan Lokal Tak Lagi Barengan: Ini Alasannya

- Redaksi

Jumat, 27 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Suhartoyo Ketua Mahkamah Konstitusi

Suhartoyo Ketua Mahkamah Konstitusi

Jakarta, Mevin.ID — Mahkamah Konstitusi (MK) kembali membuat gebrakan besar dalam wajah demokrasi Indonesia. Setelah sebelumnya mencabut ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), kini MK resmi memisahkan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah mulai tahun 2029.

Tujuannya jelas: menciptakan pemilu yang lebih manusiawi, tertib, dan berkualitas.

Putusan ini diketok Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Jakarta pada Kamis, 26 Juni 2025. Perkara ini diajukan oleh Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) dan dikabulkan sebagian lewat amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apa Artinya Pemilu Dipisah?

Sederhananya, pemilu nasional seperti pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR dan DPD akan dilakukan lebih dulu. Baru setelah semua pejabat terpilih dilantik, menyusul pemilu daerah, seperti pemilihan DPRD provinsi/kabupaten/kota dan kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota).

MK memberikan rentang waktu antara keduanya minimal dua tahun dan maksimal dua setengah tahun. Waktunya akan ditentukan oleh DPR dan Pemerintah lewat undang-undang baru.

Mengapa Ini Penting?

Dalam pertimbangannya, MK menyebut pemilu serentak seperti pada 2019 dan 2024 terlalu padat, rumit, dan membebani semua pihak—termasuk pemilih, penyelenggara, dan bahkan partai politik.

“Desain yang tumpang tindih menyebabkan penumpukan beban kerja dan menurunnya kualitas demokrasi,” tulis Mahkamah.

Beberapa konsekuensi dari pemilu yang digelar sekaligus:

  • Kelelahan ekstrem penyelenggara pemilu, bahkan hingga meninggal dunia (seperti kasus Pemilu 2019).
  • Kejenuhan pemilih, karena harus memilih begitu banyak nama dalam satu waktu.
  • Minimnya evaluasi kinerja pejabat, sebab jarak antara pemilu legislatif dan kepala daerah terlalu dekat.
  • Pelemahan partai politik, karena mereka tak punya cukup waktu untuk menyiapkan kader berkualitas. Alhasil, pragmatisme dan popularitas jangka pendek menjadi pertimbangan utama.

Demi Rakyat, Bukan Sekadar Teknis

Putusan ini bukan semata urusan administrasi. MK menekankan bahwa pemisahan jadwal ini untuk menjaga kedaulatan rakyat, memberi ruang bagi masyarakat menilai kinerja para pejabat, dan menjaga fokus pada isu-isu lokal saat pilkada berlangsung.

Dalam pemilu serentak sebelumnya, isu lokal seperti sanitasi, harga pangan, dan pendidikan daerah kerap tenggelam oleh hiruk pikuk politik nasional.

“Dengan waktu terpisah, pemilih bisa lebih fokus dan sadar dalam menentukan pilihannya,” demikian pertimbangan Mahkamah.

Transisi: Tantangan dan Tanggung Jawab

Putusan ini bukan tanpa tantangan. Akan ada masa transisi antara pelantikan pejabat hasil Pemilu 2024 dengan sistem baru pada 2029. DPR dan Pemerintah perlu segera merancang skenario hukum terkait:

  • Perpanjangan masa jabatan DPRD dan kepala daerah, atau
  • Mekanisme pengisian kekosongan jabatan di masa jeda.

Ini adalah rekayasa konstitusional yang harus dilakukan dengan transparan dan demokratis.

Akhir dari Pemilu Lelah dan Terburu-buru

Keputusan MK ini patut disambut dengan antusiasme dan kehati-hatian. Ini bukan hanya soal efisiensi, tetapi soal mengembalikan marwah demokrasi pada rakyat.

Jika dulu pemilu serentak disambut sebagai inovasi efisien, kini kita tahu—efisiensi tanpa manusiawi bisa membawa beban luar biasa.

Maka langkah MK ini bisa jadi titik balik untuk menghadirkan pemilu yang tidak hanya adil, tetapi juga masuk akal dan sehat secara sosial.***

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Pemerintah Siap Ambil Alih Lahan Terlantar Lewat Mekanisme Reforma Agraria
Jokowi Tak Gentar Hadapi Tuduhan Ijazah Palsu: “Saya Tahu Ini Agenda Besar Politik”
Menteri ATR: 48 Persen Lahan Bersertifikat Dikuasai oleh 60 Keluarga
Gubernur Dedi Mulyadi Temukan Warga Miskin Konsumsi Makanan dari Sampah di Sekitar TPA Sarimukti
Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Dinilai Lampaui Kewenangan, Dituding Timbulkan Kebuntuan Konstitusi
Fakta Baru Kematian Diplomat Kemenlu Arya Daru, Istri Tiga Kali Minta Kamarnya Dicek
Ayah dan Anak Jadi Tersangka Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Kerugian Negara Capai Rp 285 Triliun
Mulai 14 Juli, Jam Masuk SMA/SMK/SLB di Jabar Dimajukan ke 06.30 WIB, MPLS Libatkan TNI-Polri

Berita Terkait

Senin, 14 Juli 2025 - 19:50 WIB

Pemerintah Siap Ambil Alih Lahan Terlantar Lewat Mekanisme Reforma Agraria

Senin, 14 Juli 2025 - 19:26 WIB

Jokowi Tak Gentar Hadapi Tuduhan Ijazah Palsu: “Saya Tahu Ini Agenda Besar Politik”

Senin, 14 Juli 2025 - 09:51 WIB

Menteri ATR: 48 Persen Lahan Bersertifikat Dikuasai oleh 60 Keluarga

Minggu, 13 Juli 2025 - 22:45 WIB

Gubernur Dedi Mulyadi Temukan Warga Miskin Konsumsi Makanan dari Sampah di Sekitar TPA Sarimukti

Minggu, 13 Juli 2025 - 20:41 WIB

Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Dinilai Lampaui Kewenangan, Dituding Timbulkan Kebuntuan Konstitusi

Berita Terbaru