DI SEBUAH desa kecil di perbukitan Sardinia, Italia, matahari pagi datang perlahan, menyapu lembut dinding batu dan ladang anggur yang mulai menguning.
Di teras rumah mungilnya, Nonno Pietro—seorang pria berusia 98 tahun—duduk di kursi kayu, menyesap anggur merah buatan sendiri sambil menunggu roti keluar dari oven tanah liat.
Ia bukan tokoh terkenal. Tak punya medsos. Tapi hidupnya panjang, damai, dan terasa penuh. Bukan karena obat mahal, bukan karena alat canggih. Tapi karena sesuatu yang kini terasa langka: kesederhanaan dan keterhubungan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia bangun tanpa alarm. Tidak buru-buru mengejar waktu.
Aktivitasnya? Menyapu kebun. Memetik tomat. Berjalan ke rumah tetangga. Ia tidak menyebut itu “olahraga”, tapi “hidup”.
“Makanan terbaik,” katanya suatu hari, “bukan yang paling mahal, tapi yang kita tanam sendiri, yang kita masak sendiri, dan kita makan bersama.”
Di Sardinia, hampir semua orang tahu cara membuat roti dan keju sendiri. Mereka jarang makan daging. Tapi tubuh mereka kuat, langkah mereka ringan, dan wajah mereka damai.
Di malam hari, halaman rumah berubah jadi ruang tamu besar. Kakek-nenek, anak-anak, tetangga duduk bersama. Obrolan panjang tanpa gawai. Tawa renyah tanpa filter.
Di sini, tidak ada orang tua yang merasa usang.
Mereka adalah pusat keluarga. Penjaga cerita. Pemandu arah.
Di Sardinia, umur panjang bukan tentang memperpanjang usia biologis. Tapi memperpanjang makna dari setiap hari yang dijalani.
Pietro pernah ditanya, apa rahasianya bisa hampir satu abad tetap sehat?
Ia tertawa pelan, lalu menunjuk dadanya.
“Tidak ada rahasia. Kami hanya hidup seperti manusia seharusnya hidup. Bergerak, berkumpul, bersyukur.”
Di tengah dunia yang makin tergesa, di mana pertemuan digantikan notifikasi, dan makan malam lebih sering ditemani layar ketimbang wajah manusia, kisah-kisah seperti milik Pietro jadi pengingat: bahwa untuk hidup lebih lama, kita mungkin hanya perlu kembali ke hal-hal paling sederhana.
Jalan kaki. Makan bareng. Nongkrong tanpa gawai. Dan merasa berarti di tengah orang-orang yang mencintai.***