Jakarta, Mevin.ID — Kasus memilukan datang dari Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur. Seorang suami berinisial AG (37) yang diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan memaksa istrinya, DP (22), mengemis di jalan, akhirnya dipulangkan dari Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit, bersama sang istri.
Kabar ini disampaikan oleh Wakil Wali Kota Jakarta Timur, Kusmanto, pada Senin (26/5). Ia mengatakan pemulangan keduanya dilakukan atas permintaan AG sendiri, dengan dalih ada dua anak mereka yang masih kecil dan membutuhkan perawatan.
“Dipulangkan karena permintaan suami. Mereka bilang masih punya anak kecil yang harus dirawat,” kata Kusmanto.
Status Kejiwaan Belum Jelas, Tapi Sudah Dipulangkan
Kebijakan ini sontak memunculkan tanda tanya publik. Pasalnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Timur, Rizqon Hermawan, mengakui bahwa pihaknya tidak mendapatkan akses terhadap rekam medis AG untuk memastikan apakah pria itu mengidap gangguan jiwa atau tidak.
“Kita belum tahu pasti, keluarga tidak memberikan data rekam medisnya,” ucap Rizqon saat dikonfirmasi secara terpisah.
Padahal, laporan warga yang viral di media sosial @ciracasinfo menyebutkan bahwa AG tidak hanya memaksa istrinya mengemis, tapi juga melakukan kekerasan fisik di depan umum. Video yang beredar menunjukkan DP menangis setelah dipisahkan dari sang suami, sementara AG tampak santai duduk merokok sambil menggendong bayi mereka.
Warga Resah, Pemerintah Masih Setengah Hati
Kasus ini bukan kali pertama di mana kekerasan terhadap perempuan dan anak tertutup alasan “keluarga” dan minim intervensi negara. Warga sekitar bahkan sudah lama mendesak agar Pemerintah Kota Jakarta Timur menertibkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang melibatkan anak-anak, termasuk dalam praktik mengemis.
Wali Kota Jakarta Timur, Munjirin, sebelumnya menyebut bahwa AG terindikasi mengalami gangguan jiwa berdasarkan informasi dari keluarga dan lingkungan RT.
Namun, indikasi bukan diagnosis. Dan tanpa akses medis yang sahih, status AG — sebagai pelaku kekerasan, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), atau sekadar orang tua bermasalah — masih menggantung.***





















