New York, Mevin.ID — Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina, Francesca Albanese, merilis laporan bertajuk “From Economy of Occupation to Economy of Genocide” yang menyoroti keterlibatan sejumlah perusahaan global dalam konflik berdarah di Gaza.
Laporan tersebut menyebut bahwa sejak Oktober 2023, agresi Israel ke Jalur Gaza telah menewaskan dan melukai lebih dari 179.000 warga Palestina serta menghancurkan sebagian besar infrastruktur wilayah tersebut. PBB menilai bahwa serangan tersebut tidak hanya dilakukan oleh militer Israel, tetapi juga ditopang oleh mesin ekonomi korporasi global.
“Banyak entitas korporasi telah mengambil keuntungan dari ekonomi Israel yang bertumpu pada pendudukan ilegal, apartheid, dan genosida,” tulis laporan itu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sektor Militer
Lockheed Martin (AS) disebut memasok jet tempur F-35 dan F-16 yang digunakan dalam pemboman besar-besaran ke Gaza. Leonardo S.p.A (Italia) dan FANUC (Jepang) juga terlibat dalam produksi sistem senjata, sementara A.P. Moller (Denmark) disebut menyediakan logistik senjata dan suku cadang ke Israel.
Sektor Teknologi dan Pengawasan
NSO Group (Israel), pembuat spyware Pegasus, disebut digunakan untuk memata-matai warga Palestina. IBM (AS) dilaporkan mengelola basis data biometrik warga Palestina. Microsoft (AS) menyediakan infrastruktur cloud yang diintegrasikan dengan sistem militer dan pengawasan Israel. Google (Alphabet Inc.) dan Amazon mendapat kontrak senilai US$1,2 miliar untuk penyediaan cloud militer, sementara Palantir Technologies (AS) disebut memasok sistem kecerdasan buatan untuk pelacakan target militer.
Sektor Infrastruktur dan Alat Berat
Caterpillar Inc (AS) disebut memasok buldoser D9 yang digunakan untuk penghancuran rumah warga dan fasilitas publik di Gaza. HD Hyundai (Korea Selatan) dan Volvo Group (Swedia) juga diduga memasok alat berat yang digunakan untuk menghancurkan infrastruktur Palestina.
Sektor Energi
Chevron (AS) disebut memasok lebih dari 70 persen kebutuhan gas domestik Israel dan memiliki saham di jaringan pipa gas yang melewati wilayah Palestina. BP (Inggris) memperoleh lisensi eksplorasi laut di wilayah sengketa, sementara Drummond Company Inc (AS) dan Glencore PLC (Swiss) dilaporkan tetap mengirimkan batu bara ke Israel meski ada larangan dari Kolombia.
Sektor Pertanian
Bright Dairy & Food Co. Ltd (China), pemilik Tnuva, disebut mendapat keuntungan dari penguasaan tanah pertanian Palestina dan membantu koloni dengan mendistribusikan produk dari pemukiman ilegal.
Sektor Pariwisata
Booking.com dan Airbnb diduga ikut memperkuat narasi pemukim dan melegitimasi aneksasi wilayah Palestina dengan menyewakan properti di permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur.
Sektor Keuangan
BNP Paribas (Prancis) dan Barclays (Inggris) dijabarkan sebagai penjamin surat utang Israel. BlackRock, Vanguard, dan Allianz PIMCO disebut termasuk dalam 400 investor yang membeli obligasi pemerintah Israel dan menanamkan dana di perusahaan-perusahaan yang terlibat langsung dalam pendudukan.
Francesca Albanese menegaskan bahwa tanggung jawab atas genosida tidak hanya berada pada pemerintah, tetapi juga perusahaan dan para eksekutifnya yang disebut mendapat keuntungan langsung dari penderitaan warga Palestina.
“Tanpa akuntabilitas terhadap sektor swasta, mustahil mengakhiri genosida yang sedang berlangsung,” tegasnya dalam laporan resmi yang diterbitkan di laman PBB.
Laporan lengkap dapat diakses di situs resmi: un.org