Pecel Lele Tipikor: Ancaman Baru dari Sambal Terlalu Pedas

- Redaksi

Senin, 23 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

AKHIRNYA, sebuah terobosan hukum yang sangat revolusioner datang dari para ahli di negeri ini. Tak hanya menteri, gubernur, atau direktur BUMN, kini penjual pecel lele di trotoar pun sah berstatus tersangka korupsi.

Betul, Anda tidak salah baca. Sambal terasi, kol goreng, hingga lele kriuk di tenda biru depan minimarket kini berpotensi menjadi alat memperkaya diri secara ilegal, dan—tentu saja—merugikan keuangan negara.

Negara ini memang tidak pernah kekurangan kreativitas dalam menafsirkan hukum. Kalau bisa multitafsir, kenapa harus pasti?

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Trotoar: TKP Korupsi Rakyat Jelata?

Hal ini bukan candaan. Ini ucapan serius dari Chandra Hamzah, mantan Wakil Ketua KPK, saat sidang uji materiil UU Tipikor di Mahkamah Konstitusi, Jumat, 20 Juni 2025.

Dalam perkara nomor 142/PUU-XXII/2024, ia mengingatkan bahwa frasa “setiap orang” dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor bisa sangat berbahaya.

Kalau ditafsirkan dengan semangat 45 (derajat pedas), maka penjual pecel lele pun bisa dipidanakan. Sebab mereka:
✔️ Melawan hukum (berjualan di trotoar)
✔️ Memperkaya diri (jualan laku keras)
✔️ Merugikan negara (trotoar retak + pejalan kaki melipir)

Aduh.

Operasi Tangkap Sambal

Bayangkan razia KPK malam hari. Tapi bukan menyasar ruang rapat DPR, melainkan tenda pecel lele dekat halte bus.

“Maaf, Pak. Sambal Bapak terlalu merugikan negara. Kami harus sita cobeknya.”

Sang pedagang hanya bisa bengong. Bukan karena takut, tapi karena minyak goreng naik dan listrik warungnya nyetrum.

Saat persidangan berlangsung, mungkin dialognya begini:

Hakim:Terdakwa, apakah Anda sadar menjual pecel lele di trotoar merugikan negara?
Terdakwa:Saya kira cuma sepatu orang yang kesiram sambal, Yang Mulia…”

Hukum: Sama untuk Semua (Kecuali yang Berkuasa)

Begitulah wajah hukum kita hari ini: tajam ke penjual cilok, tumpul ke pemilik proyek fiktif.

“Equality before the law” kini diartikan harfiah. Mau presiden, mau tukang bubur, semua bisa kena Tipikor.

Kalau begini, jangan kaget kalau ke depan muncul Operasi Tangkap Cilok, Patroli Kol Goreng, atau Satgas Cendol Gratifikasi.

Sementara itu, mereka yang memangkas dana bansos atau mark-up anggaran APBD masih bisa ngopi di kafe, sambil bilang ‘itu bukan kerugian negara, hanya beda metode akuntansi’.

Sambal Tak Pernah Bersalah

Kita hidup dalam sistem hukum yang penuh lubang tafsir. Maka satu-satunya cara agar aman dari jerat hukum adalah: jangan melakukan apa-apa. Tapi, eh, itu pun bisa ditafsirkan sebagai pengangguran produktif yang tidak bayar pajak.

Selamat Datang di Era Baru: Pecel Lele Tipikor. Dimakan Bikin Kenyang. Dijual Bikin Masuk Penjara.***

Penulis : Bar Bernad

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Sendiri, Tapi Tidak Sepi: Meresapi Kesendirian Lewat Kacamata Stoik
Matahari Juga Bersinar untuk Orang Jahat: Pelajaran Tenang dari Seneca
Seneca dan Seni Menghadapi Cobaan: Keteguhan dalam Pandangan Stoik
Dialog Batin — Episode 2: Tuhan yang Jauh Padahal Dekat
Koperasi sebagai Ketidaktahuan yang Disengaja: Meninjau Kegagalan Epistemik Dunia Pendidikan terhadap Demokrasi Ekonomi
Dialog Batin – Episode 1 : “Jalan Pulang Tak Selalu Lewat Masjid”
Beragama di Tengah Ketakutan: Pelajaran dari Dudung dan Kiai Asep
“Cicak di Dinding”: Hikmah Rejeki dari Dinding Masa Kecil Kita

Berita Terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 21:15 WIB

Sendiri, Tapi Tidak Sepi: Meresapi Kesendirian Lewat Kacamata Stoik

Sabtu, 5 Juli 2025 - 20:43 WIB

Matahari Juga Bersinar untuk Orang Jahat: Pelajaran Tenang dari Seneca

Jumat, 4 Juli 2025 - 22:35 WIB

Seneca dan Seni Menghadapi Cobaan: Keteguhan dalam Pandangan Stoik

Kamis, 3 Juli 2025 - 13:22 WIB

Dialog Batin — Episode 2: Tuhan yang Jauh Padahal Dekat

Kamis, 3 Juli 2025 - 09:16 WIB

Koperasi sebagai Ketidaktahuan yang Disengaja: Meninjau Kegagalan Epistemik Dunia Pendidikan terhadap Demokrasi Ekonomi

Berita Terbaru