Tangsel, Mevin.ID — Tiga siswi SMK Waskito, Tangerang Selatan, akhirnya melangkah ke Polres untuk memutus rantai diam. Di tangan mereka, satu laporan polisi telah dilayangkan—sebuah bentuk perlawanan terhadap dugaan pelecehan seksual yang mereka alami di ruang-ruang yang seharusnya aman: sekolah dan lingkungan ekstrakurikuler.
Dua dari korban, berinisial B dan N, menyusul laporan pertama dari korban berinisial C. Ketiganya menunjuk pengacara Abdul Hamim Jauzie sebagai kuasa hukum. Dalam keterangannya Sabtu (10/5), Abdul menyebut, “Hari ini kami mendampingi dua orang korban. Jadi, sudah tiga yang melapor. Harusnya lebih.”
Dugaan pelecehan ini melibatkan seorang siswa laki-laki berinisial S (18), yang merupakan senior sekaligus mentor ekskul sinematografi di sekolah. Di situlah semuanya bermula—di balik proyek film yang dibuat untuk lomba, di mana kamera seharusnya merekam adegan, bukan menundukkan martabat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Modusnya terjadi saat pembuatan film. Ada adegan di hotel, juga di sekolah. Di momen itu, pelaku diduga melakukan tindakan tak senonoh terhadap korban,” ungkap Abdul.
Sekolah Diduga Abai
Menurut pengakuan keluarga korban, laporan awal sebenarnya sudah disampaikan kepada pihak sekolah. Namun, yang diterima bukan perlindungan, melainkan pembiaran. “Tidak tercatat, bahkan tidak ditindaklanjuti,” ujar Abdul. “Seperti diabaikan.”
Guru BK yang semestinya menjadi tempat aman bercerita, disebut justru mengabaikan laporan. Bahkan ketika orang tua korban ingin bertemu pelaku, sekolah justru menghalangi, dengan dalih yang membingungkan: pelaku disebut membawa “tujuh pengacara”.
“Kami pihak sekolah saja dilawan, apalagi kamu,” begitu kata salah satu pihak sekolah kepada keluarga korban, menurut penuturan Abdul.
Lebih dari Tiga?
Abdul menduga jumlah korban lebih dari tiga. Setidaknya lima nama telah mereka identifikasi. Tapi dua siswi lainnya masih belum dapat dijangkau atau belum siap berbicara. Di usia belia dan lingkungan sekolah yang seharusnya mendidik, trauma membuat suara menjadi mahal.
Yang jelas, bagi tiga siswi yang sudah melapor, ini adalah langkah besar menuju keadilan. Bukan hanya untuk mereka sendiri, tapi juga bagi korban yang belum bisa bersuara.
“Kami ingin ini berlanjut sampai pengadilan. Biar hukum yang memutuskan seadil-adilnya,” tegas Abdul.***