Jakarta, Mevin.ID — Pemerintah tengah menyiapkan proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME), yang akan difungsikan sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG). Langkah ini diambil untuk menekan ketergantungan impor LPG yang saat ini mencapai sekitar 7 juta ton per tahun.
“Impor kita sekarang untuk LPG, total konsumsi kita 8,6 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kita hanya 1,3 juta ton per tahun. Impor kita kurang lebih sekitar 6,5 sampai 7 juta ton,” kata Bahlil Lahadalia dalam acara Minerba Convex 2025 di Jakarta Convention Center, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, hilirisasi batu bara menjadi DME adalah bagian dari strategi besar menuju swasembada energi nasional. Pemerintah menargetkan DME menjadi salah satu energi final yang bisa langsung dikonsumsi masyarakat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional.
“Ke depan batu bara ini tidak hanya dipakai untuk bahan bakar smelter atau power plant, tapi juga menjadi substitusi untuk membangun DME,” ujarnya.
Bahlil mencontohkan keberhasilan hilirisasi nikel yang meningkatkan nilai ekspor hingga 10 kali lipat setelah pemerintah menghentikan ekspor bijih mentah. “Ekspor kita dari sektor nikel sekarang sudah mencapai 35-40 miliar dolar AS. Naiknya lebih dari 10 kali lipat,” jelasnya.
Dengan keberhasilan itu, pemerintah berharap hilirisasi DME akan memberikan nilai tambah ekonomi, membuka lapangan kerja, dan memperkuat ketahanan energi nasional. Dalam roadmap energi nasional, pemanfaatan DME akan dimulai pada 2030 dan ditargetkan mencapai 600 ribu TOE (tonnes of oil equivalent). Angka itu akan meningkat hingga 3,6 juta TOE pada 2060.
Sementara itu, konsumsi LPG diproyeksikan menurun secara bertahap. Dari 11 juta TOE pada 2030, menjadi sekitar 0,8–0,9 juta TOE pada 2060. Pemerintah optimistis langkah ini akan mengurangi tekanan pada neraca perdagangan sekaligus memperkuat kemandirian energi Indonesia.***




















