Jakarta, Mevin.ID – Pemutaran musik di ruang publik seperti restoran, kafe, hotel, pusat kebugaran, hingga transportasi umum kini diatur secara hukum dan mewajibkan pemilik usaha membayar royalti kepada pencipta lagu serta pemegang hak cipta.
Aturan ini merupakan bagian dari perlindungan kekayaan intelektual di Indonesia dan telah berlaku secara nasional.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa penggunaan musik untuk kepentingan komersial, termasuk dari platform streaming seperti YouTube dan Spotify, tetap membutuhkan izin resmi.
Musik dinilai sebagai bagian dari daya tarik usaha, sehingga penggunaannya tanpa izin dianggap melanggar hukum.
Dasar hukum kewajiban pembayaran royalti ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik.
Secara umum, usaha yang memutar musik di ruang publik wajib membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Jenis usaha yang termasuk dalam ketentuan ini antara lain restoran, kafe, pub, bar, bistro, klub malam, hotel, pusat perbelanjaan, tempat kebugaran, salon, spa, karaoke, bioskop, event organizer, hingga moda transportasi seperti pesawat dan kereta.
Berdasarkan Keputusan Menkumham HKI.02/2016, tarif royalti untuk usaha jasa kuliner bermusik meliputi:
- Restoran dan Kafe: Rp60.000 per kursi per tahun (untuk pencipta dan hak terkait)
- Pub, Bar, Bistro: Rp180.000 per m² per tahun (untuk pencipta dan hak terkait)
- Diskotek dan Klub Malam: Rp250.000 per m² per tahun (pencipta), Rp180.000 per m² (hak terkait)
Pelaku usaha dapat membayar royalti minimal sekali dalam setahun dan melakukan proses perizinan secara daring melalui situs resmi LMKN.
Pemerintah juga memberikan keringanan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berupa tarif ringan hingga pembebasan royalti.
Sanksi hukum dapat dikenakan bagi pelaku usaha yang memutar musik tanpa izin. Salah satu preseden adalah putusan Mahkamah Agung No. 122 PK/PDT.SUS HKI/2015, yang mewajibkan pengelola karaoke membayar royalti dan ganti rugi senilai Rp15.840.000.
Beberapa pelaku usaha mulai menyesuaikan diri dengan kebijakan ini. Sejumlah kafe di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, memilih hanya memutar lagu instrumental atau musik barat, bahkan ada yang memutuskan untuk tidak memutar musik sama sekali guna menghindari konsekuensi hukum.***




















