Jakarta, Mevin.ID – Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali menjadi sorotan publik usai menerbitkan kebijakan terkait jam masuk sekolah yang dimajukan menjadi pukul 06.30 WIB, serta penerapan jam malam bagi siswa.
Kebijakan ini diumumkan akan berlaku mulai tahun ajaran baru 2025/2026 dengan penyesuaian kultur wilayah.
Menurut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, dua kebijakan ini lahir dari niat untuk meningkatkan kedisiplinan dan membentengi siswa dari pengaruh negatif lingkungan luar.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menilai pagi hari adalah waktu paling ideal untuk belajar karena tubuh dan pikiran siswa masih segar. Sementara, jam malam dianggap perlu untuk menekan aktivitas anak di luar rumah yang dianggap tidak produktif atau rawan risiko.
Namun, efektivitas kebijakan ini memunculkan perdebatan. Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai bahwa kebijakan tersebut harus dikaji ulang.
Menurutnya, meskipun memiliki niat baik, pelaksanaannya tidak bisa dilepaskan dari konteks sosiologis siswa dan kondisi geografis daerah.
“Tidak semua siswa tinggal dekat dengan sekolah. Banyak dari mereka harus menempuh perjalanan jauh, bahkan sebelum matahari terbit. Sementara penggunaan sepeda motor oleh siswa juga telah dilarang,” ujar Hetifah.
Selain itu, aturan jam malam juga dianggap terlalu menyamaratakan kebutuhan keluarga. Kegiatan malam hari seperti les, pengajian, atau membantu orang tua mencari nafkah masih menjadi rutinitas wajar bagi sebagian siswa di daerah.
Ia juga menekankan bahwa kebijakan pendidikan daerah harus tetap mengacu pada kerangka kebijakan nasional serta dilakukan berdasarkan kajian yang melibatkan guru, orang tua, dan masyarakat luas.
Di sisi lain, sebagian publik mempertanyakan urgensi dan kesiapan infrastruktur dalam mendukung kebijakan ini, mulai dari transportasi pagi hari, pencahayaan jalan, hingga kesiapan sekolah untuk memulai aktivitas lebih awal.
Meski demikian, Dinas Pendidikan Jawa Barat telah menerbitkan dokumen teknis untuk mendampingi pelaksanaan edaran tersebut. Di dalamnya, disebutkan bahwa optimalisasi pembelajaran akan difokuskan pada jam efektif, tanpa memberikan pekerjaan rumah (PR) yang membebani siswa.
Kebijakan ini masih menjadi topik hangat menjelang tahun ajaran baru. Sejauh mana ia mampu membawa perbaikan atau justru memperbesar kesenjangan pendidikan antarwilayah di Jawa Barat, akan diuji oleh implementasi di lapangan.***