Jakarta, Mevin.ID – Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Jepang menyatakan dukungannya terhadap organisasi Kontras dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam mengkritisi proses legislasi Revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pernyataan ini disampaikan menyusul proses legislasi revisi RUU TNI pada Sabtu (15/3) yang dinilai menimbulkan polemik.
Pemerintah berargumen bahwa revisi UU TNI penting untuk memperkuat pertahanan negara dalam menghadapi dinamika geopolitik, kompleksitas ancaman, dan perkembangan teknologi militer global.
Namun, kelompok masyarakat sipil, termasuk PPI Jepang, mengkhawatirkan dampak negatif revisi tersebut terhadap tata kelola pemerintahan sipil dan hak asasi manusia (HAM).
Potensi Ancaman terhadap Demokrasi dan HAM
Ketua Umum PPI Jepang, Prima Gandhi, menilai RUU tersebut berpotensi mengancam demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia. Salah satu poin yang dikhawatirkan adalah pengembalian dwifungsi TNI melalui perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif.
“Terlepas dari manfaat yang dikatakan oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin bahwa revisi UU TNI diperlukan untuk menghadapi dinamika geopolitik, kompleksitas ancaman, dan perkembangan teknologi militer global, kami khawatir revisi ini justru membuka pintu bagi kembalinya dwifungsi TNI,” kata Prima dalam rilis pers yang diterima di Jakarta, Minggu (16/3).
Tuntutan Transparansi dan Partisipasi Publik
PPI Jepang menuntut agar pemerintah dan DPR membuat naskah akademis yang jelas terkait urgensi revisi UU TNI. Jika naskah akademis tersebut telah dibuat, mereka mendorong agar publik diberikan ruang untuk mengkaji dan memberikan masukan. Hal ini dianggap sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi.
“Bila demokrasi dan penegakan HAM tidak terjamin di Tanah Air, kami mengkhawatirkan mahasiswa Indonesia yang sedang melanjutkan studinya di luar negeri, khususnya di negara-negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, ketika lulus nanti enggan balik ke Indonesia bahkan pindah warga negara (brain drain),” ujar Prima.
Kritik terhadap Pelaksanaan Rapat di Hotel Mewah
PPI Jepang juga mengkritik pelaksanaan rapat revisi UU TNI selama dua hari di sebuah hotel bintang lima yang berjarak hanya dua kilometer dari Gedung Parlemen Senayan, Jakarta. Menurut mereka, hal ini menjadi preseden buruk bagi pemerintah dan DPR RI di tengah upaya efisiensi anggaran yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
“Harusnya seluruh Kementerian dan anggota DPR RI mendukung kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan Presiden Prabowo dengan aksi nyata, jangan hanya dengan kata-kata,” tegas Prima.
Dukungan untuk Reformasi Sektor Keamanan
PPI Jepang mendukung upaya Kontras dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam mengawal proses legislasi revisi UU TNI. Mereka menegaskan bahwa reformasi sektor keamanan harus dilakukan dengan prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, dan penghormatan terhadap HAM.
“Kami berharap pemerintah dan DPR dapat mendengarkan suara masyarakat sipil dan memastikan bahwa revisi UU TNI tidak mengorbankan nilai-nilai demokrasi dan HAM yang telah diperjuangkan selama ini,” pungkas Prima.***





















