Jakarta, Mevin.ID — Presiden Prabowo Subianto menanggapi isu soal potensi transfer data pribadi ke Amerika Serikat sebagai bagian dari kesepakatan dagang Indonesia-AS. Menurutnya, hal itu masih dalam tahap negosiasi dan belum menjadi keputusan final.
“Ya nanti itu sedang, negosiasi berjalan terus,” ujar Prabowo saat menghadiri acara Harlah ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta Convention Center, Rabu (23/7/2025).
Kesepakatan tersebut menjadi bagian dari Pernyataan Bersama tentang Kerangka Perjanjian Perdagangan Timbal Balik (Reciprocal Trade Agreement) antara Indonesia dan AS, yang salah satu poinnya mencakup penghapusan hambatan perdagangan digital.
Pemerintah Tegaskan yang Ditransfer Bukan Data Pribadi
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, menyampaikan bahwa data yang dimaksud dalam kerja sama itu bukan data pribadi, melainkan data komersial umum.
“Pengolahan datanya itu bukan data pribadi atau data strategis negara yang diatur undang-undang,” jelas Haryo.
Ia mencontohkan, data seperti data pendidikan atau hasil pengolahan statistik non-personal bisa termasuk dalam kategori data komersial tersebut.
UU PDP Belum Optimal, Pengawasan Masih Tertunda
Indonesia sendiri telah memiliki Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan pada 2022 dan seharusnya mulai berlaku efektif Oktober 2024. Namun, hingga kini pemerintah belum membentuk lembaga pengawas independen untuk menegakkan UU tersebut, sehingga implementasinya masih belum maksimal.
Sementara itu, Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2019 tetap menjadi rujukan sementara. Dalam PP tersebut, data sektor publik wajib disimpan di server dalam negeri, sementara data sektor swasta boleh disimpan di luar negeri, dengan pengecualian untuk data transaksi keuangan.
AS Belum Miliki UU Perlindungan Data Nasional
Berbeda dengan Indonesia dan Uni Eropa yang mengadopsi standar GDPR, hingga saat ini Amerika Serikat belum memiliki UU pelindungan data pribadi yang berlaku secara nasional.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis privasi terhadap potensi risiko bila data Indonesia ditransfer ke server di AS.***





















