Bandung, Mevin.ID – Presiden Prabu Foundation, H. Asep Muhargono, secara tegas menyatakan penolakannya terhadap rencana Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza Palestina ke Indonesia.
Ia menyebut langkah tersebut sangat berisiko dan berpotensi menjadi bagian dari strategi geopolitik Israel dan Amerika Serikat untuk mengosongkan Gaza dari rakyatnya.
Dalam keterangannya kepada wartawan di Bandung, Kamis (10/4/2025), Asep menilai bahwa relokasi massal semacam ini bukan solusi bagi penderitaan rakyat Palestina, melainkan justru bisa membuka jalan bagi pendudukan Israel yang lebih masif atas wilayah Gaza.
“Ini pola lama yang dulu pernah ditawarkan oleh Donald Trump dalam Deal of the Century—tujuannya adalah mengeluarkan warga Palestina dari tanahnya, lalu mengganti penduduknya dengan warga Israel. Jika kita mengizinkan evakuasi besar-besaran, maka kita justru terjebak dalam permainan penjajah,” ujar Asep.
Mengingat Sejarah, Menolak Kolonialisme Gaya Baru
Menurut Asep, sejarah telah menunjukkan bagaimana wilayah seperti Yerusalem secara perlahan dikuasai dan kemudian diklaim sebagai ibu kota Israel, berawal dari pengusiran dan eksodus warga Palestina.
“Yerusalem pun tadinya milik Palestina. Sekarang? Sudah jadi ibu kota Israel. Jangan ulangi kesalahan itu di Gaza. Kalau kita bawa rakyatnya keluar, siapa yang jamin mereka bisa kembali?” tegasnya.
Asep juga mengkritik keras pendekatan evakuasi yang dinilai hanya menjadi solusi simbolik dan justru menyuburkan narasi penjajahan modern. Ia menyarankan agar bantuan medis dan kemanusiaan dilakukan langsung di dalam wilayah Gaza atau di negara-negara tetangga terdekat, bukan dengan memindahkan mereka sejauh ribuan kilometer ke Indonesia.
Dukungan Terhadap Palestina Harus Strategis
Senada dengan pandangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asep menegaskan bahwa dukungan terhadap Palestina seharusnya tidak dilakukan dengan cara yang melemahkan posisi tawar rakyat Palestina atas hak tanah dan kedaulatan mereka.
“Menolong rakyat Palestina bukan dengan menjauhkan mereka dari tanah airnya, tapi dengan memastikan mereka tetap punya harapan dan kekuatan untuk bertahan dan berjuang. Kalau tidak, itu sama saja membantu Israel mengosongkan Gaza,” katanya.
Asep juga mengingatkan pemerintah agar tidak terkecoh dengan manuver diplomatik negara-negara yang diam-diam memiliki hubungan resmi dengan Israel.
“Lihat saja, negara-negara yang dikunjungi Presiden Prabowo—Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Yordania—semuanya sudah punya hubungan dengan Israel. Lalu kita mau konsultasi ke siapa? Bukankah ini menyesatkan arah diplomasi kita sendiri?” ujar Asep.
Kritik Terhadap Strategi Evakuasi: “Bukan Masalah Rakyatnya, Tapi Penjajahnya
Asep juga merujuk pernyataan tokoh lain seperti KH Cholil Nafis dan Buya Anwar Abbas yang sama-sama menilai bahwa masalah utama bukan terletak pada kondisi rakyat Gaza, melainkan pada agresi militer Israel yang tak kunjung dihentikan.
“Mengapa yang dievakuasi rakyatnya, bukan agresornya yang dihentikan? Ini jelas kebalik logika. Kalau penjajahnya masih bebas membunuh, apa gunanya kita relokasi korban?” pungkasnya.
Menurut Asep, pendekatan paling realistis untuk membantu rakyat Palestina adalah melalui penguatan diplomasi internasional untuk menghentikan agresi Israel, disertai bantuan medis, logistik, dan pemulihan infrastruktur langsung di kawasan konflik.***





















