Jakarta, Mevin.ID — Presiden Prabowo Subianto turun tangan menyelesaikan polemik pemblokiran jutaan rekening dormant (tidak aktif) oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Langkah pembukaan kembali rekening dilakukan tidak lama setelah Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, dipanggil ke Istana Kepresidenan pada Rabu (30/7/2025).
Ivan tiba di Istana sekitar pukul 17.00 WIB dan keluar sekitar pukul 19.04 WIB usai mengikuti rapat bersama Presiden. Meski tak merinci isi pembahasan, ia mengakui pertemuan tersebut mencakup banyak hal. “Saya dipanggil Presiden, belum tahu agendanya,” ujarnya singkat kepada awak media.
Usai pertemuan, PPATK mulai membuka kembali rekening-rekening dormant yang sempat diblokir. Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah membenarkan langkah tersebut. “Betul [pemblokiran rekening dormant sudah dibuka],” ujarnya, Kamis (31/7).
Menurut Natsir, dari jutaan rekening dormant yang datanya dikirim perbankan, lebih dari separuhnya kini telah diaktifkan kembali. Rekening-rekening tersebut diketahui tidak aktif selama lebih dari 10 tahun, dengan total dana mengendap mencapai Rp428,6 miliar, dan banyak di antaranya tidak memiliki pembaruan data identitas pemilik.
Sebelumnya, PPATK memblokir lebih dari 140.000 rekening pada Mei 2025, berdasarkan data per Februari. Sisanya akan diaktifkan kembali apabila pemilik rekening melakukan konfirmasi ke pihak bank.
Tuai Kritik Publik dan Pengamat
Kebijakan pemblokiran rekening dormant oleh PPATK menuai kritik luas, terutama karena dilakukan secara sepihak tanpa pemberitahuan kepada nasabah. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, kebijakan tersebut menimbulkan keresahan publik, terutama menyangkut hak konsumen atas informasi.
“YLKI meminta PPATK memberi penjelasan yang jelas kepada konsumen, melakukan seleksi ketat, dan memberikan waktu pemberitahuan sebelum pemblokiran dilakukan,” kata Sekretaris Eksekutif YLKI, Rio Priambodo.
YLKI juga meminta proses pembukaan blokir tidak menyulitkan dan menjamin dana konsumen tetap aman dan utuh.
Sementara itu, ekonom senior INDEF Didik J. Rachbini mengecam kebijakan tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan sepihak yang melampaui kewenangan PPATK. “PPATK bukan aparat hukum yang bisa memblokir rekening secara masif,” ujarnya. Menurutnya, jika terdapat dugaan transaksi mencurigakan, PPATK seharusnya melapor dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, bukan bertindak langsung.
Dengan turunnya Presiden Prabowo, kebijakan yang menimbulkan polemik tersebut kini memasuki fase evaluasi dan pembenahan, menyusul pembukaan kembali rekening yang sempat dibekukan.***





















