Jakarta, Mevin.ID – Presiden Prabowo Subianto memutuskan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di kawasan Raja Ampat, Papua Barat.
Langkah ini diambil menyusul sorotan publik terhadap aktivitas tambang yang dinilai merusak lingkungan di salah satu kawasan konservasi laut terbesar di dunia.
Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dalam konferensi pers pada Selasa (10/6/2025). Menurutnya, pencabutan dilakukan atas persetujuan langsung Presiden usai rapat terbatas membahas persoalan tambang di Raja Ampat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kemarin Bapak Presiden memimpin rapat terbatas dan memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut IUP empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” kata Prasetyo.
Empat Perusahaan Dicabut, Lima yang Beroperasi
Data dari Kementerian ESDM menyebutkan bahwa sebelumnya terdapat lima perusahaan yang memiliki IUP untuk pertambangan nikel di Raja Ampat. Dua di antaranya mendapatkan izin dari pemerintah pusat, yakni:
- PT Gag Nikel (izin produksi sejak 2017)
- PT Anugerah Surya Pratama (ASP) (izin produksi sejak 2013)
Sementara tiga lainnya memperoleh izin dari Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat:
- PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) – IUP sejak 2013
- PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) – IUP sejak 2013
- PT Nurham – IUP diterbitkan pada 2025
Dari lima perusahaan tersebut, empat yang dicabut izinnya adalah PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
Polemik Lingkungan di Wilayah Konservasi
Keberadaan tambang nikel di Raja Ampat selama ini menuai polemik. Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menyatakan bahwa tambang telah menimbulkan pencemaran di wilayah yang 97 persen merupakan daerah konservasi. Namun, ia mengaku kewenangannya terbatas karena penerbitan dan pencabutan IUP berada di tangan pemerintah pusat.
“Ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa karena kewenangan kami terbatas,” ujar Orideko.
Protes juga datang dari sejumlah aktivis lingkungan dan pemuda Papua. Dalam konferensi Indonesia Critical Minerals 2025 di Jakarta (3/6), mereka membentangkan spanduk seperti “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining” saat Wakil Menteri Luar Negeri sedang berpidato.
Temuan Pelanggaran dan Perbedaan Pandangan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan temuan pelanggaran serius dari empat perusahaan tambang nikel berdasarkan hasil pengawasan lapangan pada akhir Mei 2025. Namun, hal ini sempat bertolak belakang dengan pernyataan Kementerian ESDM.
Direktur Jenderal Minerba Tri Winarnousai dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan bahwa tidak ditemukan masalah berarti dalam operasi tambang di Raja Ampat. Bahkan mereka menyebut kondisi lingkungan sekitar, termasuk area pesisir, dalam keadaan aman.
“Kita lihat dari udara, sedimentasi tidak ada. Jadi secara keseluruhan, sebetulnya tidak ada masalah,” kata Tri, Sabtu (7/6), dalam rilis resmi ESDM.
Keputusan Presiden: Titik Balik atau Simbolik?
Langkah pencabutan IUP oleh Presiden Prabowo menandai intervensi langsung pemerintah pusat dalam konflik antara investasi tambang dan kelestarian alam di Papua Barat.
Pertanyaannya kini, apakah keputusan ini menjadi awal dari kebijakan lingkungan yang lebih berpihak kepada konservasi? Ataukah ini hanya respons sementara terhadap tekanan publik?
Yang jelas, Raja Ampat bukan hanya gugusan pulau dengan terumbu karang yang indah. Ia adalah rumah bagi ribuan spesies laut, masyarakat adat, dan kini—sebuah peringatan bahwa pembangunan ekonomi tak bisa lagi mengabaikan keberlanjutan.***