Jakarta, Mevin.ID – Guru Besar Prof. Paiman Rahardjo resmi melaporkan empat orang ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, dan tindak pidana pemerasan.
Laporan tersebut diajukan secara langsung oleh Prof. Paiman pada Sabtu malam (12/7/2025), didampingi kuasa hukumnya, Dr. Farhat Abbas dan tim advokat.
Empat orang yang dilaporkan adalah Roy Suryo, Bambang Suryadi, Rismon Sianipar, dan Hermanto. Sementara untuk dugaan pemerasan, nama Bambang Suryadi juga turut dilaporkan secara khusus.
“Perbuatan mereka sudah sangat merusak kehormatan nama baik Profesor Paiman dan keluarganya. Oleh karena itu, kami meminta Polda Metro Jaya segera menangkap orang-orang yang menggunakan cara-cara premanisme, bahkan sampai menghina institusi hukum seperti Bareskrim Polri,” ujar Farhat Abbas.
Menurut Farhat, para terlapor dinilai tidak menghargai putusan resmi aparat hukum yang sebelumnya telah menghentikan pengaduan yang mereka buat. Karena itu, pihak Prof. Paiman memilih menempuh jalur hukum sebagai bentuk perlawanan yang sah dalam negara hukum.
“Profesor Paiman sendiri hadir langsung malam ini untuk membuat laporan, karena laporan pencemaran nama baik harus dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan. Ini adalah bentuk sikap kenegarawanan beliau,” lanjut Farhat.
Selain laporan pidana, pihak Prof. Paiman juga telah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap para terlapor sebagai pihak tergugat.
“Kami minta agar majelis hakim menyatakan dan mengesahkan surat yang kami ajukan, agar sah secara hukum dan tidak bisa digugat ulang. Ini demi kepastian hukum, termasuk kehormatan nama baik Presiden Jokowi sebagai mantan kepala negara,” tegas Farhat.
Farhat juga menyinggung soal tuduhan lama terkait ijazah Presiden Joko Widodo. Ia menegaskan bahwa ijazah Presiden telah dinyatakan asli dan sah, namun masih saja menjadi bahan ejekan oleh pihak-pihak tertentu.
“Dalam sistem ketatanegaraan kita, presiden memiliki hak prerogatif dan imunitas, kecuali tertangkap tangan. Tapi ini sudah jelas sah, masih saja diragukan dan dijadikan alat mempermalukan,” pungkasnya.***





















