Jakarta, Mevin.ID — Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Bestari Barus, menyatakan dukungannya terhadap usulan memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto. Menurutnya, bangsa Indonesia harus menilai Soeharto secara utuh, tidak hanya dari sisi kontroversi sejarah.
“Soeharto bagian dari sejarah bangsa yang tidak bisa dihapus. Ia membawa stabilitas ekonomi, swasembada pangan, dan pembangunan infrastruktur besar-besaran,” ujar Bestari dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).
PSI juga menilai penolakan sejumlah politisi PDI-P terhadap usulan tersebut terlalu subjektif.
“Pernyataan satu-dua tokoh PDI-P tentu tidak menentukan. Pemerintah punya mekanisme penilaian yang matang,” ujarnya.
Bestari menyayangkan komentar negatif yang dianggap tidak objektif terhadap Soeharto. Ia menyindir PDI-P masih terpaku pada luka politik masa lalu.
“Kalimat seperti ‘apa hebatnya Soeharto?’ tidak bijak. Jika masih menilai dari trauma 1965 dan Orde Baru, artinya belum berdamai dengan sejarah,” tambahnya.
Respons PDI-P
Sebelumnya, Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDI-P, Bonnie Triyana, tegas menolak pemberian gelar tersebut. Ia menilai standar kepahlawanan harus menjunjung hak asasi manusia dan bebas dari praktik korupsi.
“Jika pemimpin yang berkuasa 30 tahun dijadikan pahlawan, generasi muda bisa kehilangan ukuran tentang kepemimpinan yang baik,” ucap Bonnie.
Konteks Usulan
Soeharto menjadi salah satu dari 40 nama calon pahlawan nasional yang dikaji oleh Dewan Gelar. Perdebatan pro-kontra terus bergulir di ruang publik, menyangkut:
- warisan pembangunan vs. pelanggaran HAM,
- stabilitas nasional vs. represi politik,
- kepentingan rekonsiliasi sejarah vs. etika demokrasi.
Pemerintah sendiri menegaskan penetapan gelar pahlawan harus melalui kajian historis dan hukum yang komprehensif.***





















