Jakarta, Mevin.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan bahwa pemilihan legislatif tingkat daerah (DPRD) dan Pilkada tidak lagi diselenggarakan bersamaan dengan Pilpres, DPR, dan DPD. Keputusan ini menjadi salah satu perubahan besar dalam skema Pemilu nasional ke depan.
Mulai edisi berikutnya, Pileg DPRD dan Pilkada akan digelar dua tahun setelah pelantikan Presiden dan DPR/DPD, yakni dalam rentang 2 hingga 2,5 tahun. Ini berarti pemilu akan dibagi dua gelombang besar: nasional lebih dulu, lokal menyusul.
Kenapa Dipisah?
Putusan ini lahir dari gugatan uji materi yang diajukan oleh Yayasan Perludem. Mereka menilai pelaksanaan semua pemilu secara serentak selama ini terlalu rumit dan membebani baik penyelenggara maupun pemilih.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
MK mengabulkan permohonan itu sebagian, menyatakan bahwa aturan lama dalam UU Pemilu dan UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945, khususnya dalam hal efektivitas dan perlindungan hak pemilih.
“Pemungutan suara untuk DPR, DPD, dan Presiden tetap serentak. Tapi pemungutan untuk DPRD dan kepala daerah akan dilakukan dalam waktu paling cepat 2 tahun, paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan Presiden atau DPR,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan pada Kamis (26/6/2025).
Apa Artinya untuk Pemilu ke Depan?
- Tidak Ada Lagi “5 Surat Suara Sekaligus”
Warga tak lagi kebingungan memilih lima posisi sekaligus dalam satu hari. Proses akan lebih fokus dan ringan. - Pemilu Daerah Punya Panggung Sendiri
Pilkada dan DPRD yang sering tenggelam di bawah bayang-bayang Pilpres, kini bisa lebih diperhatikan dan dikawal publik. - Efisiensi atau Justru Lebih Mahal?
Meski lebih sederhana bagi pemilih, banyak pihak mempertanyakan efisiensi biaya. Dua pemilu besar dalam dua tahun bisa berarti dua kali logistik, dua kali keamanan, dan dua kali drama politik. - Isu Nasional dan Lokal Tak Lagi Campur Aduk
Wacana pemisahan ini juga membuka ruang agar isu-isu lokal tak tertutupi oleh kampanye nasional yang biasanya lebih dominan.
Putusan MK ini bukan hanya soal teknis jadwal pemilu. Ia adalah upaya menyederhanakan proses demokrasi — dengan satu risiko: apakah publik akan tetap peduli saat pemilu daerah digelar tanpa euforia Pilpres?
Yang jelas, mulai pemilu berikutnya, politik Indonesia akan berlangsung lebih panjang, lebih terbagi, dan (mungkin) lebih melelahkan. Siap-siap menyaksikan kampanye besar setiap dua tahun sekali.***