Bandung, Mevin.ID — Di tengah maraknya pengajian yang sering kali eksklusif, sebuah majelis di Cikancung justru memilih jalan sebaliknya: membuka pintu selebar-lebarnya bagi siapa saja yang ingin belajar dan kembali mendekat pada agama.
Majelis Hijrah, yang dipimpin oleh KH. Mumu Zaenal Mubarok dan berpusat di Pondok Pesantren Al-Mubasir, sejak sembilan bulan lalu rutin menggelar pengajian malam Rabu atau yang akrab disebut “Rambo”. Berdiri sejak Sya’ban 2024, majelis ini lahir dari keresahan akan minimnya ruang mengaji yang inklusif bagi masyarakat umum.
“Banyak orang yang merasa tidak diterima di majelis-majelis tertentu—sopir, mantan narapidana, atau mereka yang dianggap ‘kriminal’. Maka kami buka ruang ini untuk semua yang ingin hijrah,” ujar KH. Mumu dalam tabligh akbar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Selasa (7/10/2025) malam di Lapang Poli RT 01 RW 07, Desa Tanjunglaya, Kecamatan Cikancung.
Dengan moto “ngajakan ngaji kanu tara ngaji, ngajakan solat kanu tara solat”, Rambo menampung semua kalangan, termasuk mereka yang dijuluki “Majelis Sesa Guludug”—kelompok masyarakat jalanan yang ingin memperbaiki diri. Gaya pengajian di sini egaliter dan kekeluargaan: mustami (jamaah) bebas menyampaikan keluhan hidupnya untuk dicari solusi bersama ustaz.
Malam itu, ribuan jamaah memenuhi lapangan dalam tabligh akbar perdana memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Acara bertema “Mencari Cahaya Hijrah, Meneladani Akhlak Nabi” menghadirkan KH. Arvi Khoirunnas (Ajengan Kolecer) sebagai penceramah dan KH. Q. Wahid Hamzah sebagai qori’.
Kehadiran Camat Cikancung Ajat Sudrajat dan Kepala Desa Tanjunglaya Amang Komarudin menjadi penanda bahwa gerakan ini mendapat dukungan pemerintah setempat.
“Kami bangga dan mendukung penuh kegiatan positif seperti ini. Semoga semakin banyak warga yang ikut ngaji dan memperdalam ilmu agama,” ujar Amang.
Camat Ajat menambahkan bahwa peringatan Maulid Nabi bukan hanya ritual keagamaan, tapi juga bentuk cinta kepada Rasulullah. “Banyak majelis yang menggelorakan semangat Islamiah melalui tali silaturahim. Ini sangat penting untuk memperkuat kebersamaan warga,” katanya.
Selain pengajian rutin, Majelis Hijrah juga aktif dalam kegiatan sosial. Saat ada jamaah Rambo yang meninggal dunia, majelis ini secara gotong royong menggelar tahlilan—menguatkan ikatan emosional dan spiritual antaranggota.
Acara malam itu ditutup dengan doa bersama yang dipimpin KH. Mumu. Dalam hening malam, gema salawat dan takbir terdengar dari segala penjuru lapangan — mengukuhkan bahwa hijrah tak harus eksklusif, tetapi bisa dimulai dari pintu terbuka untuk semua.***
Penulis : Mugiarespati
Editor : Bar Bernad





















