Korsel, Mevin.ID – Di balik modernitas dan gemerlap budaya pop yang mendunia, Korea Selatan tengah menghadapi krisis emosional yang mengakar dalam. Sebuah survei terbaru dari Universitas Nasional Seoul mengungkapkan kenyataan mencengangkan: lebih dari separuh warga Korea Selatan hidup dalam kebencian yang berkepanjangan.
Tepatnya, 54,9% responden berada dalam kondisi “kebencian kronis” – perasaan kesal, marah, dan muak yang tak kunjung reda terhadap kehidupan sehari-hari.
Bahkan, 12,8% di antaranya mengalami kebencian dalam tingkat parah. Kebanyakan dari mereka adalah generasi usia 30-an, kelompok produktif yang kini justru paling rapuh.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih mengejutkan, hampir 70% warga Korea Selatan tidak percaya dunia ini adil. Bagi mereka, hidup terasa seperti perlombaan yang sudah dimenangkan oleh segelintir orang sejak garis start.
Pandangan sinis ini tidak terbatas pada kelas bawah saja—bahkan 15% dari kelas atas mengakui mengalami kebencian yang tinggi.
Politik Rusak, Korupsi, dan Krisis Sosial Jadi Sumber Luka
Penelitian tersebut menemukan bahwa kemarahan warga tak muncul begitu saja. Ada sederet penyebab yang terus menyulut bara dalam hati mereka: dari korupsi dan etika politik yang rusak, hingga bencana akibat kelalaian sistem keselamatan publik.
Tak heran bila 47,1% warga mengaku mengalami stres berat yang berdampak langsung pada kesehatan fisik dan mental mereka. Lagi-lagi, kelompok usia 30–40-an dan mereka yang berpenghasilan di bawah 2 juta won (sekitar Rp 23 juta) per bulan menjadi yang paling terdampak.
Ingin Sembuh, Tapi Takut Dicap Gila
Meski tekanan begitu hebat, lebih dari setengah responden enggan mencari bantuan profesional. Alasannya mencengangkan: mereka takut distigma, dianggap lemah, atau bahkan ‘gila’. Stigma seputar kesehatan mental masih menjadi tembok tinggi yang menghalangi mereka mencari pemulihan.
“Temuan ini sungguh mengganggu. Kesehatan mental di Korea harus segera menjadi perhatian serius,” kata Lee Yoon-kyoung, peneliti dari Universitas Nasional Seoul. Ia mendesak perlunya program pencegahan yang lebih realistis dan bisa dijangkau masyarakat tanpa rasa takut atau malu.
Ironi Negeri Maju
Korea Selatan adalah salah satu negara paling maju di Asia, tapi di balik pencapaian ekonomi dan kemajuan teknologi, ada jiwa-jiwa yang tertekan dan hancur dalam senyap.
Ketika generasi muda lebih memilih menyendiri, enggan berkeluarga, dan menghindari ikatan sosial—mungkin, yang sebenarnya sedang terjadi adalah krisis spiritual dan ketidakpercayaan kolektif terhadap sistem.
Dan jika tak segera ditangani, kebencian itu bisa meledak. Dalam bentuk apapun.***