Jakarta, Mevin.ID – Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di TikTok Shop Indonesia kembali menggema. Ratusan karyawan dari unit e-commerce milik ByteDance tersebut dikabarkan terkena pemangkasan usai merger dengan Tokopedia pada 2024.
Namun, hingga kini Menteri Ketenagakerjaan Yassierli belum memberikan sikap tegas.
“Nanti kita kaji,” ujarnya singkat saat ditemui di Kantor Kemenaker, Jakarta, Kamis (5/6/2025), ketika ditanya soal kabar PHK tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat dicecar apakah Kementerian telah menerima laporan resmi soal pemangkasan tersebut, jawaban Menaker tetap sama: “Nanti kita kaji.”
Efisiensi Setelah Merger Besar
Sebelumnya, TikTok Shop mengonfirmasi sedang melakukan efisiensi bisnis sebagai langkah lanjutan dari merger dengan Tokopedia. Dalam keterangannya, juru bicara TikTok menyebut bahwa perusahaan terus mengevaluasi kebutuhan dan struktur organisasi mereka secara berkala.
“Kami melakukan penyesuaian untuk memperkuat organisasi serta memberikan layanan yang lebih baik kepada pengguna,” kata perwakilan TikTok.
Mengutip laporan Bloomberg (1/6/2025), PHK terjadi hampir di semua lini operasional—mulai dari logistik, pemasaran, hingga pergudangan. Sumber internal menyebutkan bahwa gelombang PHK berikutnya bisa terjadi paling cepat Juli 2025, dan setelah itu, jumlah karyawan gabungan Tokopedia dan TikTok Shop akan tinggal sekitar 2.500 orang.
Kontras dengan Narasi Investasi
PHK massal ini menjadi ironi tersendiri, mengingat TikTok belakangan gencar menyuarakan komitmen investasinya di Indonesia. Pasca-merger dengan Tokopedia, ByteDance disebut akan memperkuat kehadiran ekosistem e-commerce lokal. Namun realita di lapangan justru menunjukkan gelombang efisiensi yang menekan tenaga kerja.
Gelombang Layoff Belum Reda
Fenomena PHK massal ini menambah panjang daftar layoff startup dan e-commerce di Indonesia sepanjang 2025. Dari sektor logistik, teknologi finansial, hingga retail digital, tren efisiensi biaya terus berlanjut di tengah tekanan pasar dan kebutuhan adaptasi bisnis.
Namun, sampai saat ini, belum ada pernyataan konkret dari Kemenaker soal perlindungan tenaga kerja atau langkah mitigasi dari gelombang PHK di sektor digital.
Pertanyaannya sekarang: Apakah pemerintah akan terus ‘mengaji’ saat pekerja kehilangan pekerjaan?***