Revisi KUHAP: Ini Poin-Poin Perubahan yang Diatur dalam RUU KUHAP

- Redaksi

Kamis, 20 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta, Mevin.ID – Komisi III DPR RI resmi memulai pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Pada 18 Februari 2025, DPR RI menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai RUU usulan DPR.

RUU ini nantinya akan menggantikan KUHAP yang berlaku sejak 1981 dan menjadi instrumen pelaksanaan KUHP baru yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

Dalam proses pembahasan, sejumlah pihak seperti advokat, pakar hukum, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Agung dimintai masukan. Berikut poin-poin perubahan penting dalam draf revisi KUHAP yang diterima Mevin.ID:


1. Laporan Tindak Pidana via Media Elektronik

Pasal 5 Ayat (1) huruf a mengatur bahwa penyelidik berwenang menerima laporan tindak pidana melalui media telekomunikasi atau elektronik. Media yang dimaksud adalah media resmi milik aparat penegak hukum.

Perubahan ini dinilai sebagai langkah modernisasi, mengingat KUHAP saat ini hanya mengatur penerimaan laporan secara tertulis atau lisan.


2. Definisi Baru Penyelidik dan Penyelidikan

Pasal 1 Ayat (7) mendefinisikan penyelidik sebagai pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan.

Sementara itu, Pasal 1 Ayat (8) menjelaskan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.


3. Tiga Jenis Penyidik

Pasal 6 Ayat (1) menyebutkan tiga jenis penyidik:

  1. Penyidik Polri
  2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), meliputi PPNS Bea Cukai, Imigrasi, Tera, Perikanan, Lalu Lintas, dan Angkutan Jalan.
  3. Penyidik Tertentu, seperti Penyidik KPK, Kejaksaan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

4. Kewenangan Menangkap dan Menahan

Pasal 87 dan Pasal 92 mengatur bahwa tidak semua penyidik dapat melakukan penangkapan dan penahanan. Hanya penyidik polisi dan beberapa penyidik tertentu (seperti jaksa, KPK, dan TNI AL) yang memiliki kewenangan tersebut.

  • Pasal 87 Ayat (3): PPNS dan penyidik tertentu tidak dapat melakukan penangkapan kecuali atas perintah penyidik Polri.
  • Pasal 92 Ayat (3): Hal serupa berlaku untuk penahanan, dengan pengecualian bagi jaksa, KPK, dan TNI AL.

5. Upaya Paksa oleh Penyidik

Pasal 7 Ayat (1) huruf f mengatur bahwa penyidik dapat melakukan upaya paksa, meliputi:

  • Penetapan tersangka
  • Penangkapan
  • Penahanan
  • Penggeledahan
  • Penyitaan
  • Penyadapan
  • Pemeriksaan surat
  • Larangan bagi tersangka untuk keluar wilayah Indonesia

6. Restorative Justice (Keadilan Restoratif)

Pasal 74 mengatur mekanisme restorative justice yang dapat dilakukan di tingkat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Mekanisme ini dilakukan melalui penyelesaian perkara di luar pengadilan.

Syarat Restorative Justice (Pasal 75):

  • Pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  • Telah terjadi pemulihan keadaan semula oleh pelaku.
  • Ada kesepakatan perdamaian antara korban dan pelaku.

Mekanisme (Pasal 76):

  • Penyelesaian perkara di luar pengadilan dapat diajukan oleh pelaku, korban, atau keluarganya.
  • Proses harus dilakukan tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi.

7. Pengecualian Restorative Justice

Pasal 77 menyebutkan beberapa tindak pidana yang dikecualikan dari mekanisme restorative justice, antara lain:

  • Tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat presiden dan wakil presiden, serta negara sahabat.
  • Tindak pidana terorisme, korupsi, dan narkoba (kecuali pengguna).
  • Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
  • Tindak pidana terhadap nyawa orang dan tindak pidana dengan pidana minimum khusus.

Tantangan dan Harapan

Revisi KUHAP ini diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang lebih adaptif dan responsif terhadap perkembangan zaman. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan implementasi yang transparan dan akuntabel, terutama dalam hal restorative justice dan kewenangan penyidik.

“Revisi KUHAP harus memastikan perlindungan hak-hak masyarakat sekaligus memberikan kepastian hukum bagi semua pihak,” ujar Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR RI.

Draf revisi KUHAP ini masih dalam tahap pembahasan lebih lanjut, dengan harapan dapat disahkan sebelum KUHP baru berlaku pada 2026.***

Facebook Comments Box
Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Komisi III: Syarat Penangkapan dan Penahanan di KUHAP Baru Jauh Lebih Ketat
DPR Sahkan KUHAP Baru: Aturan 44 Tahun Diremajakan, Hak Warga Diperkuat
15 Raperda Masuk Propemperda Jabar 2026, Ini Daftar & Prioritas Pembahasannya
DPRD Bekasi Ingatkan, Dana Rp100 Juta per RW Bukan untuk Infrastruktur
DPR Setujui RKUHAP Dibawa ke Paripurna untuk Disahkan Jadi Undang-Undang
Penanganan Rob Eretan Dikebut hingga 2028, DPR Minta Masalah Lahan Jangan Jadi Batu Sandungan
DPR Dorong Indramayu Selesaikan Lahan untuk Proyek Penanganan Rob Eretan
DPR Soroti Dampak Industri AMDK terhadap Sumber Air Masyarakat

Berita Terkait

Selasa, 18 November 2025 - 13:51 WIB

Komisi III: Syarat Penangkapan dan Penahanan di KUHAP Baru Jauh Lebih Ketat

Selasa, 18 November 2025 - 13:45 WIB

DPR Sahkan KUHAP Baru: Aturan 44 Tahun Diremajakan, Hak Warga Diperkuat

Selasa, 18 November 2025 - 07:45 WIB

15 Raperda Masuk Propemperda Jabar 2026, Ini Daftar & Prioritas Pembahasannya

Jumat, 14 November 2025 - 16:00 WIB

DPRD Bekasi Ingatkan, Dana Rp100 Juta per RW Bukan untuk Infrastruktur

Jumat, 14 November 2025 - 10:49 WIB

DPR Setujui RKUHAP Dibawa ke Paripurna untuk Disahkan Jadi Undang-Undang

Berita Terbaru