Bandung, Mevin.ID – Gerakan koperasi desa kini tak lagi bisa dipandang sebelah mata. Rochdale Institut, lembaga yang digagas Forum Aktivis Koperasi Indonesia (FAKI), resmi menjalin kemitraan strategis dengan lima koperasi desa (Kopdes) Merah Putih di Kabupaten Bandung.
Lewat pertemuan bertajuk “Sinergi Koperasi Desa Merah Putih” yang digelar di De Henz by Heny’s Coffee & Eatery, Sabtu (20/6), mereka menyepakati lima langkah konkrit menuju koperasi yang produktif, transparan, dan siap menyerap investasi.
Lima Desa, Satu Semangat Bangkit
Lima Kopdes Merah Putih dari Desa Tanjungwangi (Cicalengka), Pacet, Margamulya (Pangalengan), Panyocokan (Ciwidey), dan Pamekaran (Soreang) siap menjadi garda depan transformasi koperasi. Mereka berkomitmen untuk:
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
- Menyinergikan kekuatan koperasi desa demi kesejahteraan anggota.
- Menanamkan kembali jati diri koperasi melalui pendidikan rutin untuk pengurus dan anggota.
- Menggali potensi unggulan desa: dari kopi Pacet, hortikultura Tanjungwangi, olahan susu Pangalengan, hingga agrowisata Ciwidey dan UMKM Soreang.
- Menyusun business plan komprehensif, sebagai pintu masuk ke dunia pembiayaan dan investasi.
- Mengadopsi sistem akuntansi digital untuk memastikan transparansi dan tata kelola yang kuat.
“Kami tidak menunggu bola. Begitu regulasi turun, koperasi desa Merah Putih harus sudah siap lari. Business plan rapi, potensi sudah terpetakan, dan sistem digital jalan,” ujar Pantun Angin, Direktur Rochdale Institut.
Empat Bulan Aksi Nyata
Kesepakatan ini tak sekadar seremoni. Rochdale Institut menggulirkan agenda pendampingan intensif selama empat bulan ke depan:
- Juli: Workshop Jatidiri Koperasi di Desa Tanjungwangi, memperkuat fondasi ideologis gerakan koperasi.
- Agustus: Audit Potensi Ekonomi di Pacet dan Margamulya untuk memetakan peluang riil berbasis lokal.
- September: Penyusunan business plan terpadu di Panyocokan, membuka akses pada lembaga keuangan dan investor.
- Oktober: Pelatihan Akuntansi Digital bagi pengurus Kopdes di Pamekaran dan Soreang demi peningkatan tata kelola.
Lebih dari Simpan-Pinjam
Pantun Angin menyebut koperasi desa tak boleh lagi hanya jadi tempat simpan-pinjam kas warga. “Koperasi desa harus naik kelas. Kita dorong lahirnya unit usaha baru: agro-processing, toko ritel desa, dan platform digital pemasaran,” tegasnya.
Langkah Rochdale Institut ini menandai upaya konkret menghadirkan model koperasi desa modern—berakar di tanah, tapi berorientasi pasar.
Dari Bandung untuk Indonesia
Transformasi lima Kopdes ini diharapkan jadi proyek percontohan nasional. Bahwa koperasi desa bisa profesional, adaptif, dan relevan dalam ekonomi digital.
Jika berhasil, bukan tak mungkin koperasi desa akan jadi tulang punggung ekonomi baru Indonesia—berbasis komunitas, berdaya saing tinggi, dan tetap menjunjung gotong royong.***