Jakarta, Mevin.ID – Harapan untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali tertunda. Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyatakan bahwa pembahasan RUU tersebut masih harus menunggu rampungnya pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Setelah KUHAP baru kami garap. Kan ada dua yang menunggu KUHAP: Undang-Undang Perampasan Aset dan Undang-Undang Kepolisian. Semua menunggu KUHAP,” ujar Adies di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
KUHAP Jadi Kunci
Menurut Adies, KUHAP yang tengah dibahas akan menjadi landasan teknis perampasan aset dalam perkara pidana. Jika RUU Perampasan Aset disahkan lebih dulu tanpa sinkronisasi dengan KUHAP, dikhawatirkan akan tumpang tindih secara hukum.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau KUHAP-nya sudah selesai, ya itu disinkronkan. Jangan sampai Perampasan Aset digarap dulu, nanti KUHAP-nya beda. Revisi lagi, kerja dua kali,” tambahnya.
Kekhawatiran Akan Abuse of Power
Adies juga menegaskan bahwa penundaan ini bukan bentuk penolakan. DPR, katanya, mendukung penuh agenda pemberantasan korupsi, namun tetap berhati-hati agar mekanisme perampasan aset tidak menjadi celah penyalahgunaan kekuasaan.
“Jangan sampai juga perampasan aset ini dijadikan abuse of power. Kami tidak ingin seperti itu,” ucapnya.
Sejalan dengan Komitmen Presiden Prabowo
Penegasan ini sejalan dengan pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang menyuarakan dukungan kuat terhadap RUU Perampasan Aset. Dalam pidatonya pada Hari Buruh Internasional di Monas, Kamis (1/5), Prabowo menyatakan:
“Dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-undang Perampasan Aset. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku korupsi yang enggan mengembalikan hasil kejahatannya.”
Adies menegaskan, DPR tidak akan mengulur waktu. Ia menyebut Komisi III akan didorong untuk agresif menyelesaikan RUU KUHAP, agar pembahasan RUU lain dapat segera dimulai.
Meski dukungan politik dari Istana telah ditegaskan, nyatanya di Senayan semua kembali pada urutan kerja dan sinkronisasi hukum. Publik kini menunggu: akankah pemberantasan korupsi bergerak cepat, atau justru tersandera oleh birokrasi legislasi?***