Dialog Imaginer Rian, Dito dan Pak Joko
WARUNG KOPI sederhana di pinggir jalan, malam H-3 Lebaran 2025. Dua sahabat, Rian (32) dan Dito (35), duduk di bangku kayu yang sudah lapuk. Suara klakson kendaraan sesekali memecah kesunyian.
Rian: (menatap kopi hitam di tangannya) “Dulu, kopi ini cuma temenin kita begadang bahasin mimpi. Sekarang… jadi saksi betapa beratnya hidup.”
Dito: (tersenyum getir) “Setidaknya kita masih bisa beli kopi 10 ribu, kan? Itu aja udah syukur.”
[Suara hujan mulai rintik-rintik di luar.]
Rian: “THR tahun ini cuma cukup buat bayar utang bulan lalu. Istri sampai nangis malam-malam, bilang gak tega lihat anak minta baju lebaran baru.”
Dito: (menghela napas panjang) “Aku malah gak dapet THR. Kontrak kerja habis, perusahaan perpanjang pun enggak. Tadi siang ngelamar jadi tukang ojek online aja antriannya sebulan lebih.”
[Pemilik warung, Pak Joko (50), mendekat sambil mengelap gelas.]
Pak Joko: “Anak-anakku juga gak mudik tahun ini. Katanya biaya mahal. Ya udah, kita video call aja nanti pas Lebaran.”
Rian: (tersenyum lirih) “Kita semua kayak kapal karam yang saling lihat dari kejauhan, ya? Tahu bahwa yang lain juga tenggelam, tapi gak bisa menolong.”
Dito: (angkat gelas) “Tapi kita masih bisa ketemu di sini. Masih bisa ngopi bareng. Masih bisa… bertahan.”
[Mereka bersulang dengan gelas kopi murah itu. Suara hujan semakin deras.]
Pak Joko: (sambil berjalan ke belakang) “Nanti kalau mau buka puasa, mampir saja. Saya masak sedikit lebih banyak hari ini.”
Rian: (berbisik) “Lihat? Di tengah semua kesulitan ini, masih ada orang yang berbagi.”
Dito: (mata berkaca-kaca) “Kita mungkin gak punya banyak. Tapi selama masih ada secangkir kopi dan teman untuk berbagi… kita masih bisa terus berjalan.”
Dalam gelapnya ekonomi, secangkir kopi dan pertemanan menjadi cahaya kecil yang mengingatkan kita – selama masih bisa berbagi cerita, hidup masih layak untuk diperjuangkan.
“Selamat Hari Raya 2025 – bagi yang berjuang, bertahan, dan tetap tersenyum di tengah kesulitan.”
***
Kondisi saat ini tampak cukup sulit bagi berbagai kalangan khususnya di tengah ketidakpastian yang tengah terjadi baik yang datang dari eksternal maupun internal.
Inilah kenyataan, pertumbuhan ekonomi itu tidak sama dengan semangat merayakan hari kemenangan. Tren ramai- ramai berbelanja untuk kebutuhan ramadan dan hari raya tidak terlihat.
Hingga pekan ketiga bulan ramadan, konsumsi rumah tangga masih lesu. Kelompok rumah tangga menengah ke bawah seakan mengerem belanja.
Tidak bergairahnya kelompok masyarakat menjelang lebaran merupakan anomali yang menggambarkan ketidakberesan di ekonomi domestik Indonesia.***
Pasir Impun Valley H-3 Lebaran
Penulis : Bernade




















