Bekasi, Mevin.ID — Di tengah hiruk-pikuk kawasan industri Kabupaten Bekasi, ada secercah cahaya spiritual yang terus menyala sejak sembilan tahun lalu. Cahaya itu bernama Dzikir Ghofilin atau yang akrab disebut Dzi-Gho, sebuah kegiatan dzikir dan pengajian rutin yang tumbuh dari komunitas kecil di Perumahan Mustika Grande, Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi.
Kegiatan Milad ke-9 Dzikir Ghofilin digelar Minggu malam, 27 Juli 2025, di Sekretariat Dzi-Gho, Jalan Jalur Gas, Burangkeng. Perayaan ini bukan hanya menjadi penanda usia, tapi juga bukti bagaimana kegiatan spiritual bisa menjadi sumber energi positif dan perekat sosial di tengah kehidupan urban yang keras.
Berawal dari Empat Orang di Rumah Kiai Nahrowi
Semua bermula pada 16 Juli 2016. Di sebuah rumah sederhana di Blok F-9 No.15, RT 005 RW 013 Perumahan Mustika Grande, Kiai Nahrowi—seorang santri dari almarhum KH. Hamim Thohari Djazuli (Gus Miek) dari Pondok Pesantren Ploso, Kediri—memulai pengajian Dzi-Gho bersama tiga jamaah lainnya.
“Awalnya hanya empat orang,” ujar Tri P. Gigih Asmoro, Ketua Panitia Milad ke-9, mengenang saat awal mula Dzi-Gho. “Waktu itu kami kumpul di rumah Kiai Nahro dengan niat sederhana: berdzikir, bersilaturahmi, dan meneguhkan iman.”
Lambat laun, jumlah jamaah bertambah. Tidak hanya dari warga sekitar, jamaah pun berdatangan dari Bogor, Kota Bekasi, bahkan daerah lain di Jabodetabek. Kini, Dzi-Gho diikuti oleh ratusan orang, dengan kegiatan rutin setiap Minggu malam, berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya, hingga akhirnya bermuara di Sekretariat pada pekan keempat setiap bulannya.
Dzikir yang Menyentuh Hati dan Menguatkan Komunitas
Dalam Milad ke-9 ini, Dzi-Gho menggelar semaan Al-Qur’an, dzikir bersama, dan ceramah keagamaan. Kiai Subhan Tanjung, S.Pd.I, Ketua MWC Nahdlatul Ulama Kecamatan Setu, hadir menyampaikan tausiyah yang menyentuh hati.
Ia mengingatkan pentingnya berdzikir dalam kehidupan modern yang penuh tantangan. “Dzikir bukan hanya soal lisan, tapi bagaimana hati kita selalu terhubung kepada Allah dalam setiap langkah hidup,” pesannya.
Dalam ceramahnya, Kiai Subhan juga mengisahkan bagaimana Umar bin Khattab—yang dulu dikenal sebagai penentang Islam dan peminum berat—akhirnya menjadi salah satu khalifah paling adil setelah hidayah menyentuh hatinya.
Merawat Spiritualitas di Tengah Kota Industri
Kegiatan yang berlangsung hingga hampir tengah malam ini ditutup dengan makan malam dan ramah tamah antarjamaah. Suasana kekeluargaan terasa hangat, mengingatkan bahwa Dzi-Gho bukan sekadar pengajian, melainkan ruang spiritual yang membentuk komunitas dan menguatkan nilai-nilai kebersamaan.
Sembilan tahun bukan waktu yang singkat. Di tengah tantangan zaman dan tekanan kehidupan perkotaan, keberadaan Dzikir Ghofilin menjadi oase spiritual yang terus mengalirkan energi positif—dari pinggiran Kota Bekasi, untuk Indonesia yang lebih damai.***
Penulis : Pratigto





















