Seneca: Amarah Tak Terkendali Lebih Menyakiti Diri Kita daripada Luka yang Menyebabkannya

- Redaksi

Sabtu, 17 Mei 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DALAM perjalanan hidup yang penuh tantangan, amarah adalah emosi manusiawi yang tak terelakkan. Namun, filsuf Stoik Romawi, Lucius Annaeus Seneca, mengingatkan kita akan bahaya amarah yang tak dikendalikan:

Anger, if not restrained, is frequently more hurtful to us than the injury that provokes it.

(“Amarah, jika tidak dikendalikan, sering kali lebih menyakitkan bagi kita daripada luka yang menyebabkannya.”)

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kata-kata ini, yang lahir lebih dari dua ribu tahun lalu, tetap menggema di tengah dunia modern yang penuh gejolak. Dalam pandangan Stoikisme, emosi bukan untuk ditekan, melainkan untuk dipahami, dikendalikan, dan diarahkan secara bijak.

Amarah: Emosi Alamiah yang Bisa Menjadi Bencana

Kemarahan muncul dari rasa kecewa, ketidakadilan, atau frustrasi. Namun saat tidak dikendalikan, ia berubah menjadi kekuatan destruktif.

Amarah yang meledak-ledak kerap membuat seseorang bertindak impulsif—mengucap kata yang disesali, menghancurkan relasi, bahkan memicu kekerasan.

Seneca mengibaratkan amarah sebagai api: ketika tak terkontrol, ia bukan hanya membakar pemicunya, tetapi juga melalap nalar, kesabaran, dan harga diri. Maka, musuh sesungguhnya bukan peristiwa pemicu amarah, melainkan respons kita terhadapnya.

Menguasai Diri: Inti dari Filsafat Stoik

Stoikisme menekankan satu hal: kendalikan apa yang berada dalam kekuasaanmu—pikiran, sikap, dan pilihan.

Dalam kerangka ini, orang bijak bukanlah yang tidak pernah marah, melainkan yang mampu menahan, memahami, dan mengolah kemarahannya menjadi sesuatu yang lebih produktif.

“Orang bijak tidak bebas dari amarah, tapi bebas dari perbudakan olehnya.”

Dampak Nyata Amarah yang Tak Terkendali

Dalam dunia modern, kita menyaksikan banyak tragedi lahir dari emosi yang tak tertahan: pertengkaran keluarga yang berakhir kekerasan, konflik di tempat kerja, dan perdebatan media sosial yang berubah menjadi permusuhan.

Penelitian dari American Psychological Association menunjukkan bahwa amarah kronis dapat memicu tekanan darah tinggi, penyakit jantung, hingga depresi dan gangguan kecemasan.

Langkah Bijak Mengelola Amarah

Berikut beberapa langkah praktis yang sejalan dengan ajaran Seneca dan Stoikisme:

1. Berhenti dan Tarik Napas: Saat emosi memuncak, beri jeda. Napas dalam beberapa kali bisa jadi penyelamat dari tindakan gegabah.

2. Tunda Reaksi: Tak semua hal butuh respons seketika. Memberi waktu bisa menjernihkan pikiran.

3. Lihat dari Sudut Pandang Lain: Cobalah memahami motivasi atau keadaan orang lain. Empati mengurangi intensitas kemarahan.

4. Ekspresikan dengan Tepat: Jika harus bicara, gunakan bahasa “saya merasa…” daripada menyalahkan.

5. Refleksi Harian: Seperti para filsuf Stoik, biasakan meninjau kembali pikiran dan tindakan di akhir hari. Ini memperkuat kendali diri.

Relevansi di Zaman Penuh Tekanan

Kita hidup di era reaksi instan. Dunia maya sering kali menyulut api yang kecil menjadi bara permusuhan.

Dalam konteks ini, ajaran Seneca terasa semakin penting: diam bukan kelemahan, pengendalian bukan pengekangan, tapi kekuatan sejati.

Kendalikan Emosi, Kendalikan Hidup

Kemarahan tak terkendali adalah racun yang perlahan menghancurkan kedamaian batin. Seneca tak hanya menawarkan peringatan, tetapi juga jalan keluar: melalui pemahaman diri, latihan refleksi, dan tekad untuk hidup lebih bijak.

Dengan mengelola amarah, kita melindungi bukan hanya orang lain dari dampaknya, tetapi juga harga diri, kesehatan, dan masa depan kita sendiri.

“Lebih baik menjadi tuan atas emosimu, daripada menjadi budak dari luka yang kamu benci.”***

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Pecel Lele Tipikor: Ancaman Baru dari Sambal Terlalu Pedas
Ijazah, Hoaks, dan Demokrasi yang Terluka
Tumpukan Uang, Tumpukan Luka: Saat Korupsi Dipertontonkan di Tengah Luka Rakyat
Obrolan Rakyat Kecil di Tengah Drama Elite Pemprov Jabar
Indonesia Gelap : Narasi Bayaran yang Membajak Kesadaran Publik
13 Miliar dan Anak yang Tak Pernah Pulang
Jika Sekolah Benar-Benar Masuk Jam 6: Kisah Anak-Anak di Ujung Jalan yang Terlupakan
JKW Mahakam: Kasus Viral yang Menguji Akal Sehat Kita di Era Digital

Berita Terkait

Senin, 23 Juni 2025 - 11:57 WIB

Pecel Lele Tipikor: Ancaman Baru dari Sambal Terlalu Pedas

Sabtu, 21 Juni 2025 - 15:55 WIB

Ijazah, Hoaks, dan Demokrasi yang Terluka

Jumat, 20 Juni 2025 - 18:48 WIB

Tumpukan Uang, Tumpukan Luka: Saat Korupsi Dipertontonkan di Tengah Luka Rakyat

Jumat, 20 Juni 2025 - 09:23 WIB

Obrolan Rakyat Kecil di Tengah Drama Elite Pemprov Jabar

Rabu, 18 Juni 2025 - 20:09 WIB

Indonesia Gelap : Narasi Bayaran yang Membajak Kesadaran Publik

Berita Terbaru