Jakarta, Mevin.ID – Skandal besar kembali mengguncang dunia peradilan. Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat resmi ditetapkan sebagai tersangka suap dan/atau gratifikasi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait putusan lepas perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Mereka adalah Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM) – hakim-hakim yang menjadi majelis dalam sidang kasus korupsi CPO yang kontroversial pada April 2022 lalu.
“Sudah cukup bukti, sudah periksa tujuh saksi. Tiga hakim ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus, di Gedung Kejagung, Senin (14/4) dini hari.
Putusan Lepas Bernuansa Suap
Kasus ini bermula dari putusan lepas (ontslag) yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap tiga korporasi besar: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Meski terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan jaksa, majelis hakim menyatakan bahwa tindakan itu bukan tindak pidana. Dengan kata lain, para terdakwa bebas dari tuntutan hukum dan seluruh hak-haknya dipulihkan.
Namun di balik putusan yang mengejutkan itu, tercium bau uang haram.
Jalur Suap dari Advokat ke Meja Hakim
Penyidik Kejagung mengungkap bahwa uang miliaran rupiah mengalir ke tangan tiga hakim ini melalui Muhammad Arif Nuryanta (MAN), mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, yang kini juga berstatus tersangka.
Uang tersebut bersumber dari Ariyanto (AR), advokat dari pihak korporasi terdakwa.
“Ketiga hakim tahu uang itu bertujuan agar putusan ontslag dijatuhkan,” tegas Abdul Qohar.
Kini, Djuyamto, Agam, dan Ali resmi ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan.
Total 7 Tersangka, Benang Kusut Peradilan
Dengan penetapan ini, total tersangka dalam kasus suap putusan perkara CPO mencapai tujuh orang, termasuk:
- WG (Wahyu Gunawan) – Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara
- MS – Advokat
- AR (Ariyanto) – Advokat
- MAN (Muhammad Arif Nuryanta) – Mantan Ketua PN Jakpus
- DJU, ASB, dan AM – Hakim Tipikor
Skema suap ini mengindikasikan matangnya permainan di level pengadilan, mulai dari advokat, panitera, hingga majelis hakim.
Dampaknya Luas: Kredibilitas Lembaga Hancur
Putusan ontslag yang kontroversial ini sempat mengundang kritik keras dari berbagai pihak, termasuk Komisi III DPR yang menyesalkan kasus suap hakim terus berulang. Kini terbukti, putusan tersebut bukan semata pertimbangan hukum—tapi transaksi.
Dengan menjual keadilan demi uang, skandal ini membuka lagi luka lama: ketidakpercayaan terhadap integritas peradilan.***





















