Kediri, Mevin.ID – Sore itu, udara di Pondok Pesantren Lirboyo terasa teduh meski riuh oleh langkah para santri yang bergegas menuju aula utama. Di antara barisan sarung dan kopiah, rombongan dari Transmedia dan CT Corp datang dengan wajah menunduk hormat.
Mereka datang bukan untuk liputan, melainkan untuk tabayyun—mengklarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf atas tayangan program Xpose Uncensored yang sempat menyinggung kalangan pesantren.
Perwakilan yang hadir antara lain Direktur Produksi Trans7 Andi Chairil, CEO Detik Network Abdul Aziz, dan Kepala Divisi HRD Trans7 Antonius Refijanto. Mereka disambut oleh KH. Abdul Mu’id Shohib, keluarga besar, santri, serta para alumni Pesantren Lirboyo.
Pertemuan yang berlangsung selama hampir dua jam itu berjalan kondusif dan penuh rasa hormat.
“Banyak klarifikasi yang disampaikan oleh Bapak Aziz dan Bapak Andi terkait dengan tayangan di Trans7 pada Senin sore kemarin,” ujar KH. Abdul Mu’id Shohib, Juru Bicara Pondok Pesantren Lirboyo.
Ia menuturkan bahwa para alumni turut menyampaikan keluh kesah dan masukan kepada pihak Transmedia. Dalam suasana terbuka itu, pihak Trans7 mengakui kekeliruan dan menyampaikan niat untuk memperbaiki mekanisme editorial agar lebih sensitif terhadap nilai-nilai pesantren.
KH. Abdul Mu’id menambahkan, pimpinan CT Corp Chairul Tanjung dijadwalkan akan sowan langsung ke Romo KH. Anwar Manshur, pimpinan tertinggi Pesantren Lirboyo.
“Kami menghargai itikad baik itu. Pertemuan ini akan kami laporkan langsung kepada Romo Kiai,” tuturnya.
Pihak pesantren juga menyampaikan apresiasi kepada para alumni dan masyarakat pesantren yang telah menunjukkan solidaritas tanpa melanggar koridor hukum.
“Kami berterima kasih kepada semua pihak yang tetap menjaga suasana kondusif,” tambahnya.
Sebelumnya, tayangan di program Xpose Uncensored memicu reaksi keras dari komunitas pesantren karena dianggap menyinggung martabat kiai. Meski sempat memicu aksi unjuk rasa dari kalangan santri, langkah permintaan maaf dan tabayyun dari pihak Transmedia menjadi sinyal penting: media besar pun harus berhenti sejenak untuk mendengar.
Di Lirboyo, sore itu, permintaan maaf tak diucapkan lewat mikrofon, melainkan lewat sikap—dengan menunduk, mendengar, dan menghormati.***




















