Jakarta, Mevin.ID — Di tengah dunia yang kian sinis dan penuh kebisingan digital, seorang pria berjas biru dengan lambang “S” di dadanya kembali hadir. Bukan sekadar nostalgia, film “Superman” terbaru produksi Warner Bros Discovery dan DC Studios ini menjanjikan lebih dari sekadar aksi: ia membawa harapan.
Disutradarai dan ditulis oleh James Gunn, film ini akan tayang serentak di seluruh dunia pada 11 Juli 2025. Gunn, yang sebelumnya sukses dengan Guardians of the Galaxy dan The Suicide Squad, menyebut proyek ini sebagai fondasi baru bagi semesta sinematik DC yang tengah direstrukturisasi.
“Kami ingin memperlihatkan Superman yang penuh empati, yang mencoba tetap percaya pada kebaikan di dunia yang mulai lelah berharap,” kata Gunn dalam sebuah wawancara.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Clark Kent: Jurnalis, Alien, Manusia Biasa
Dalam film ini, Superman bukan hanya pahlawan super. Ia adalah Clark Kent, jurnalis biasa yang berusaha menyeimbangkan dua identitasnya—manusia dan alien. Ia mempertanyakan ulang makna “kebenaran dan keadilan” di dunia modern yang semakin relativistik.
David Corenswet, aktor yang sebelumnya tampil di serial Hollywood, kini mengenakan jubah merah kebanggaan itu. Ia mengaku sempat ragu menerima peran ikonik tersebut. “Saya tumbuh dengan Superman, tapi mengenakannya di layar lebar… rasanya seperti mengenakan harapan semua orang,” ucapnya.
Sementara itu, Rachel Brosnahan akan berperan sebagai Lois Lane, jurnalis tangguh dan pasangan hidup Clark, sedangkan Nicholas Hoult mengambil peran sebagai Lex Luthor, musuh bebuyutan Superman.
Hampir Tertunda karena Gugatan
Tak semudah terbang ke angkasa, proyek ini sempat diadang badai hukum. Keluarga mendiang Joe Shuster, salah satu pencipta Superman, menggugat hak cipta karakter ini pada awal 2025.
Meski gugatan pertama ditolak karena masalah yurisdiksi, mereka kembali menggugat pada Mei. Isu ini bahkan nyaris membuat film Superman dicekal di Inggris, Kanada, dan Australia karena perbedaan hukum hak cipta antarnegara. Beruntung, pada Juni 2025, pengadilan New York kembali menolak gugatan tersebut, membuka jalan bagi penayangan global.
Meski begitu, pakar hukum mengingatkan: pertarungan hukum mungkin belum selesai. “Konflik atas Superman adalah konflik atas warisan budaya populer. Ini bisa terus berulang.”
Lebih dari Sekadar Superhero
Superman 2025 bukan hanya reboot film superhero. Ia adalah simbol. Di tengah kekacauan dunia nyata—krisis iklim, konflik geopolitik, polarisasi sosial—kisah Clark Kent menjadi relevan kembali: tentang memilih menjadi baik, bahkan ketika dunia tak lagi percaya pada kebaikan.
DC Studios berharap film ini menjadi titik balik bagi mereka—setelah bertahun-tahun berada di bayang-bayang kesuksesan Marvel Studios.
“Superman bukan tentang kekuatan,” kata Gunn. “Ia tentang kasih sayang.”
Dan mungkin, itulah yang dunia paling butuhkan saat ini.***