Jakarta, Mevin.ID – Fenomena ormas berbaju loreng dan bergaya ala aparat akhirnya mendapat sorotan serius. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni angkat suara dan menyatakan dukungannya atas langkah tegas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang melarang organisasi masyarakat menggunakan atribut yang menyerupai TNI, Polri, maupun Kejaksaan.
“Saya sudah bilang dari minggu lalu, enggak boleh ada ormas pakai seragam yang mirip aparat, apalagi TNI/Polri. Sekarang Kemendagri sudah melarang secara resmi, saya dukung penuh,” tegas Sahroni, Senin (16/6).
Ia menilai, seragam dengan corak militeristik itu justru membuat sebagian ormas merasa ‘jagoan’ di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Mereka bukan aparat negara, tapi hadir di ruang publik seolah punya kuasa. Penampilannya menciptakan ilusi selevel tentara atau polisi, padahal itu sangat menyesatkan dan meresahkan warga,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sahroni mendesak agar polisi turut mengawasi ketat praktik semacam ini.
“Polisi jangan diam. Harus pastikan semua ormas patuh. Jangan ada lagi yang keluyuran pakai seragam loreng-loreng sok gagah di jalanan,” katanya.
Namun, politisi NasDem ini juga menyerukan pendekatan yang terukur: Kemendagri diminta memberi tenggat waktu yang jelas sebelum menindak.
“Beri batas waktu, misalnya 30 hari, untuk ganti atribut. Kalau masih ngeyel, ya langsung sanksi. Bahkan kalau perlu, cabut saja SK-nya, mau ormas besar atau kecil,” tegasnya.
Larangan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Pasal 60 Ayat 1, yang mengatur bahwa ormas dilarang menggunakan atribut menyerupai aparat negara.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya pun menegaskan, pelanggaran atas aturan ini bisa dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis hingga pencabutan izin operasional.
Isyaratnya jelas: negara tak ingin ada yang menyamar sebagai alat negara. Panggung sipil harus bersih dari ilusi kekuasaan semu. Kini, bola ada di lapangan penegak hukum.***