Tak Ada Tempat untuk Seragam Palsu: DPR Dukung Larangan Ormas Bergaya TNI

- Redaksi

Senin, 16 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Foto : Dok/Andri

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Foto : Dok/Andri

Jakarta, Mevin.ID – Fenomena ormas berbaju loreng dan bergaya ala aparat akhirnya mendapat sorotan serius. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni angkat suara dan menyatakan dukungannya atas langkah tegas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang melarang organisasi masyarakat menggunakan atribut yang menyerupai TNI, Polri, maupun Kejaksaan.

“Saya sudah bilang dari minggu lalu, enggak boleh ada ormas pakai seragam yang mirip aparat, apalagi TNI/Polri. Sekarang Kemendagri sudah melarang secara resmi, saya dukung penuh,” tegas Sahroni, Senin (16/6).

Ia menilai, seragam dengan corak militeristik itu justru membuat sebagian ormas merasa ‘jagoan’ di tengah masyarakat.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Mereka bukan aparat negara, tapi hadir di ruang publik seolah punya kuasa. Penampilannya menciptakan ilusi selevel tentara atau polisi, padahal itu sangat menyesatkan dan meresahkan warga,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sahroni mendesak agar polisi turut mengawasi ketat praktik semacam ini.

“Polisi jangan diam. Harus pastikan semua ormas patuh. Jangan ada lagi yang keluyuran pakai seragam loreng-loreng sok gagah di jalanan,” katanya.

Namun, politisi NasDem ini juga menyerukan pendekatan yang terukur: Kemendagri diminta memberi tenggat waktu yang jelas sebelum menindak.

“Beri batas waktu, misalnya 30 hari, untuk ganti atribut. Kalau masih ngeyel, ya langsung sanksi. Bahkan kalau perlu, cabut saja SK-nya, mau ormas besar atau kecil,” tegasnya.

Larangan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Pasal 60 Ayat 1, yang mengatur bahwa ormas dilarang menggunakan atribut menyerupai aparat negara.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya pun menegaskan, pelanggaran atas aturan ini bisa dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis hingga pencabutan izin operasional.

Isyaratnya jelas: negara tak ingin ada yang menyamar sebagai alat negara. Panggung sipil harus bersih dari ilusi kekuasaan semu. Kini, bola ada di lapangan penegak hukum.***

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Legislator Kutuk Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Cianjur: “Tindakan Biadab, Harus Diusut Tuntas”
Komisi I DPR Desak Pemerintah Perhatikan Kesejahteraan Jurnalis di Tengah Gempuran Media Sosial
Komisi III DPR Kritik Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu: Dinilai Timbulkan Polemik
Wakil Ketua DPR: Tidak Ada Revisi UU MK Pasca Putusan Pemisahan Pemilu
RUU KUHAP Versi Baru: 334 Pasal, 10 Perubahan Besar, dan Janji Perlindungan Hak Warga
Putusan MK Soal Pemilu Dinilai Paradoks, Gus Khozin: Ini Bukan Sekadar Urusan Teknis
Pulau-Pulau Indonesia Dijual Online? DPR Minta Pemerintah Segera Bertindak
Polemik Kebijakan Jam Sekolah di Jabar: Antara Disiplin dan Beban Fisik Siswa

Berita Terkait

Minggu, 13 Juli 2025 - 11:28 WIB

Legislator Kutuk Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Cianjur: “Tindakan Biadab, Harus Diusut Tuntas”

Kamis, 10 Juli 2025 - 18:05 WIB

Komisi I DPR Desak Pemerintah Perhatikan Kesejahteraan Jurnalis di Tengah Gempuran Media Sosial

Kamis, 10 Juli 2025 - 09:07 WIB

Komisi III DPR Kritik Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu: Dinilai Timbulkan Polemik

Rabu, 9 Juli 2025 - 07:30 WIB

Wakil Ketua DPR: Tidak Ada Revisi UU MK Pasca Putusan Pemisahan Pemilu

Selasa, 8 Juli 2025 - 15:24 WIB

RUU KUHAP Versi Baru: 334 Pasal, 10 Perubahan Besar, dan Janji Perlindungan Hak Warga

Berita Terbaru