Jakarta, Mevin.ID – Kasus tambang ilegal di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, nilainya bukan main: negara disebut-sebut merugi hingga Rp5,7 triliun akibat praktik pertambangan batu bara ilegal di jantung proyek prestisius nasional itu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, angkat suara soal temuan tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa penanganan tambang ilegal bukan ranah kementeriannya, melainkan sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum (APH).
“Kalau tambang ilegal itu urusannya aparat penegak hukum,” ujar Bahlil kepada wartawan di Kantor ESDM, Jumat (17/7).
Menurut Bahlil, Kementerian ESDM hanya mengawasi aktivitas tambang yang berizin. Ketika praktik tambang berlangsung tanpa izin resmi, maka itu bukan lagi menjadi wilayah kerja mereka.
“Tambang yang tidak ada izinnya bukan domain kami,” tegas Bahlil.
160 Hektare Kawasan Konservasi Digarap Sejak 2016
Skandal ini mencuat setelah Bareskrim Polri mengungkap operasi pertambangan ilegal di Taman Hutan Raya (Tahura) Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Lokasi ini masuk dalam zona konservasi dan berbatasan langsung dengan kawasan pembangunan IKN.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, mengungkap bahwa aktivitas ini sudah berlangsung sejak tahun 2016. Total bukaan lahan tambang yang ditemukan mencapai 160 hektare.
“IKN adalah marwah pemerintah. Tidak boleh ada kegiatan ilegal di sana, khususnya tambang,” kata Brigjen Nunung.
Jalur Distribusi & Modus: Kontainer, Pelabuhan, dan Dokumen Resmi
Dalam investigasinya, polisi menemukan modus distribusi yang rapi. Hasil tambang ilegal dikumpulkan di stockroom, dikemas dalam karung, lalu dikirim lewat jalur laut menggunakan kontainer. Dari Pelabuhan Kariangau di Kalimantan Timur, muatan dibawa menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Mirisnya, batu bara dari tambang ilegal itu dilegalkan dengan dokumen resmi dari dua perusahaan pemegang izin usaha pertambangan, yakni MMJ dan BMJ yang berkantor di Kutai Kartanegara.
Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, masing-masing berinisial YH dan CH (penjual), serta MH sebagai pembeli yang bertugas mendistribusikan kembali.***





















