Jakarta, Mevin.ID – Wacana keterlibatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam pengelolaan tambang tengah menjadi sorotan. Di balik peluang besar yang ditawarkan, terdapat catatan penting dari pelaku usaha sendiri: jangan buru-buru, pastikan ada pendampingan, dan awasi secara serius.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melalui Ketua Bidang UMKM, Ronald Walla, mengapresiasi kebijakan progresif pemerintah ini, namun mewanti-wanti bahwa tambang bukan bisnis yang bisa dijalani dengan “coba-coba”.
“Mereka bisa masuk menjadi pengusaha formal dan mendapatkan SOP. Proses untuk mengelola tambang seperti apa, itu jelas. Tapi ini sektor yang padat modal dan kompleks,” ujar Ronald saat ditemui di Jakarta, Jumat (13/6).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari Informal ke Legal, Tapi Butuh Pegangan
Salah satu nilai positif dari kebijakan ini adalah mendorong legalisasi usaha tambang rakyat yang sebelumnya mungkin masih berstatus informal atau ilegal. Dengan masuknya UMKM ke dalam basis data resmi dan mekanisme izin negara, potensi pemberdayaan ekonomi lokal terbuka lebar.
Namun, Ronald mengingatkan bahwa legalitas bukan satu-satunya bekal.
“Bicara tambang itu bicara soal teknik, dampak lingkungan, keselamatan, dan keberlanjutan. Maka UMKM harus mendapat pelatihan dan pendampingan dari ahlinya,” katanya.
Apindo, lanjutnya, siap ikut berperan aktif mendampingi UMKM yang serius ingin masuk ke sektor ini, melalui cabang-cabang organisasi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Tidak Semua UMKM Harus Masuk Tambang
Ronald juga menyoroti pentingnya seleksi natural dan berdasarkan kompetensi. Tidak semua UMKM cocok dengan tambang.
“Kalau dia sudah punya usaha kriya, kuliner, atau fesyen dan itu berkembang, ya jangan dipaksa masuk tambang hanya karena sedang tren,” ujarnya.
“Tapi kalau dia punya akses pasar, passion, dan skill teknis di bidang itu, kita justru harus dorong.”
Ronald menambahkan, pemahaman dasar soal mineral, teknologi pengolahan, dan tata kelola lingkungan harus menjadi syarat mutlak, bukan sekadar formalitas administratif.
Peluang Nyata tapi Bukan Gratisan
Peluang ini terbuka sejak pengesahan revisi UU Minerba No. 3 Tahun 2020, yang memungkinkan UMKM, koperasi, dan ormas keagamaan mengelola tambang secara legal. Namun implementasinya masih menunggu lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan teknis.
Di sisi lain, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengingatkan bahwa sektor ini bukan untuk usaha yang modalnya berasal dari utang bank atau kredit mikro.
“Kalau tambang jangan kalian kredit, enggak boleh,” tegasnya dalam Hari Kewirausahaan Nasional (10/6).
Pernyataan ini sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah ingin tambang hanya dikelola oleh UMKM yang sudah benar-benar siap secara finansial dan teknis, bukan sekadar ingin mencoba-coba bisnis baru.
Tambang Bukan Sekadar Gali-Tambang-Angkut
Sektor tambang bukan hanya soal menggali dan menjual hasil bumi. Ia erat kaitannya dengan keseimbangan lingkungan, budaya lokal, tata kelola, serta nilai tambah industri. Bila UMKM hanya jadi operator kasar tanpa teknologi atau nilai hilirisasi, maka keberpihakan negara pun kehilangan maknanya.
Keterlibatan UMKM haruslah menjadi awal dari perubahan struktur ekonomi ekstraktif menjadi lebih adil dan inklusif, bukan sekadar mengganti pemain besar dengan pemain kecil yang tak siap.***