Tanpa Indonesia, Industri AS Bisa Lumpuh: Fakta Mengejutkan Soal Minyak Tropis

- Redaksi

Minggu, 13 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi Perkebunan Kelapa Sawit

Ilustrasi Perkebunan Kelapa Sawit

Di tengah ketegangan dagang global yang makin panas, ada satu kenyataan yang tak bisa diabaikan Amerika Serikat: negeri adidaya itu masih sangat bergantung pada minyak tropis—dan Indonesia diam-diam jadi pemasok utamanya.

Minyak sawit dan kelapa asal Asia Tenggara kini menjadi bahan baku strategis dalam berbagai sektor industri AS. Dari makanan olahan, kosmetik, hingga bahan bakar nabati, tropical oil tak tergantikan. Dalam konteks ini, Indonesia bukan hanya relevan, tapi vital.

Sementara Presiden Donald Trump sempat menerapkan tarif dasar 10% untuk seluruh negara, tarif resiprokal sebesar 32% terhadap Indonesia ditunda selama 90 hari. Tapi jika diterapkan, tarif ini bisa membuat produk Indonesia—terutama tropical oil—menjadi jauh lebih mahal di pasar AS. Sebuah ironi, mengingat produk-produk itu justru sangat dibutuhkan di sana.

Dominasi Indonesia di Pasar AS

Data dari USDA (United States Department of Agriculture) membuktikan dominasi Indonesia. Pada 2023, ekspor minyak tropis Indonesia ke AS mencapai US$2,13 miliar. Angka ini jauh meninggalkan Filipina (US$359,9 juta) dan Malaysia (US$258,9 juta).

Dengan penguasaan lebih dari 70% total impor minyak tropis AS, ini menjadi rekor tertinggi Indonesia sejak 2010. Bahkan, nilai ekspor tersebut melonjak hampir 20 kali lipat dalam 13 tahun terakhir—dari hanya US$110 juta pada 2010 ke US$2,13 miliar tahun lalu. Dalam tiga tahun terakhir saja, lonjakannya sangat signifikan: dari US$945 juta (2020) ke US$2,13 miliar (2023).

Minyak Tropis: Kebutuhan Pokok AS

Tropical oil merujuk pada minyak nabati dari wilayah tropis, terutama minyak sawit dan kelapa. Kandungan lemak jenuhnya yang stabil membuatnya ideal untuk industri makanan olahan dan kebutuhan energi, terutama biodiesel.

Berbeda dengan minyak nabati lain seperti kedelai atau canola, tropical oil menawarkan daya tahan tinggi terhadap panas—menjadikannya komponen penting dalam rantai pasok pangan dan energi AS.

Ketika RI Maju, Malaysia Tertinggal

Malaysia, yang dulu menjadi raja ekspor sawit global, kini mulai tertinggal. Ekspor mereka ke AS menyusut drastis, dari puncaknya US$1,65 miliar pada 2011 menjadi hanya US$258 juta pada 2023—angka terendah sejak 2006.

Pandemi jadi titik balik besar. Saat Malaysia tersandung krisis tenaga kerja, Indonesia mengisi kekosongan dan kini tampaknya telah mengamankan posisi sebagai pemasok utama.

Tambahan lagi, banyak korporasi di AS kini memilih produk tersertifikasi. Indonesia lebih agresif membangun narasi keberlanjutan lewat RSPO dan ISPO. Sementara Malaysia dinilai lamban dalam menangani isu-isu pekerja paksa dan HAM yang mencoreng citra ekspor mereka.

Volumenya Tetap Tinggi, Ketergantungan Belum Berubah

Meski nilai total impor tropical oil AS turun 29% pada 2023 (dari US$4,1 miliar ke US$2,92 miliar), volumenya justru naik tipis: dari 2,57 juta ton ke 2,6 juta ton. Penurunan nilai hanya mencerminkan normalisasi harga pasca lonjakan energi, bukan menurunnya kebutuhan.

Artinya? AS masih terkunci pada pasokan dari kawasan tropis. Dan Indonesia kini memegang kendali utama.***

Facebook Comments Box

Penulis : Bar Bernad

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Pemulihan Lingkungan di Desa Eretan Wetan: Membangun Tata Kelola Lingkungan Berbasis Komunitas
Cermin Sang Pencela: Memahami Diri melalui Kebisingan Orang Lain
Platonis: Menggali Makna Kedekatan Murni Tanpa Romansa
Bandung Tangguh: Mengukir Kota yang Selamat dari Ancaman Multibencana
Pendidikan Kebencanaan Sejak Usia Dini: Belajar dari Jepang, Menyelamatkan Generasi Indonesia
Inggit Garnasih: Perempuan Sunyi yang Menopang Lahirnya Kemerdekaan
Agama dan Dosa Atas Nama Sakral: Sebuah Refleksi Kritis dari Kartini
Bullying di Indonesia: Saat Satu Nyawa Mengungkap Luka Nasional yang Lebih Dalam

Berita Terkait

Rabu, 19 November 2025 - 09:27 WIB

Pemulihan Lingkungan di Desa Eretan Wetan: Membangun Tata Kelola Lingkungan Berbasis Komunitas

Rabu, 19 November 2025 - 07:52 WIB

Cermin Sang Pencela: Memahami Diri melalui Kebisingan Orang Lain

Selasa, 18 November 2025 - 22:29 WIB

Platonis: Menggali Makna Kedekatan Murni Tanpa Romansa

Selasa, 18 November 2025 - 13:16 WIB

Bandung Tangguh: Mengukir Kota yang Selamat dari Ancaman Multibencana

Senin, 17 November 2025 - 14:08 WIB

Pendidikan Kebencanaan Sejak Usia Dini: Belajar dari Jepang, Menyelamatkan Generasi Indonesia

Berita Terbaru

Statue of ancient Greek philosopher Plato in Athens.

Humaniora

Platonis: Menggali Makna Kedekatan Murni Tanpa Romansa

Selasa, 18 Nov 2025 - 22:29 WIB