Jakarta, Mevin.ID – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi mengumumkan tarif baru terhadap ratusan negara pada Rabu (2/4) waktu AS atau Kamis (3/4) pagi waktu Indonesia.
Dalam kebijakan ini, Indonesia turut terkena tarif timbal balik sebesar 32%, sebagai konsekuensi dari surplus perdagangan yang signifikan dengan AS.
Menurut data Kementerian Perdagangan RI, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar $14,34 miliar pada Januari-Desember 2024. Sementara itu, data Badan Statistik AS menunjukkan defisit perdagangan AS terhadap Indonesia mencapai $17,9 miliar, menjadikan Indonesia sebagai negara ke-15 dengan defisit perdagangan terbesar bagi AS.
Sektor yang Paling Terdampak
Tarif timbal balik ini berpotensi menghambat ekspor sejumlah produk unggulan Indonesia ke AS. Berikut 10 barang ekspor RI ke AS yang paling terdampak tarif baru:
- Mesin dan Perlengkapan Elektrik – $4,18 miliar
- Pakaian dan Aksesorinya (Rajutan) – $2,48 miliar
- Alas Kaki – $2,39 miliar
- Pakaian dan Aksesorinya (Bukan Rajutan) – $2,12 miliar
- Lemak dan Minyak Hewani/Nabati – $1,78 miliar
- Karet dan Barang dari Karet – $1,685 miliar
- Perabotan dan Alat Penerangan – $1,432 miliar
- Ikan dan Udang – $1,09 miliar
- Mesin dan Peralatan Mekanis – $1,01 miliar
- Olahan dari Daging dan Ikan – $788 juta
Dampak Besar bagi Perdagangan Indonesia
Sejumlah sektor industri utama Indonesia, terutama tekstil, elektronik, dan hasil alam, akan mengalami tekanan besar akibat tarif ini. Pasalnya, AS merupakan salah satu tujuan utama ekspor Indonesia.
Selain itu, Gedung Putih juga mengonfirmasi bahwa tarif 25% akan dikenakan pada semua mobil asing yang diimpor ke AS, yang dapat mempengaruhi industri otomotif global, termasuk Indonesia.
Strategi yang Perlu Ditempuh Indonesia
Pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS.
Diversifikasi pasar ekspor menjadi kunci utama, dengan memperluas jangkauan ke negara-negara BRICS dan kawasan lain. Selain itu, diplomasi ekonomi harus diperkuat agar Indonesia dapat menegosiasikan ulang tarif dengan AS.
Penguatan industri dalam negeri juga menjadi prioritas agar produk lokal tetap kompetitif di pasar global.
Dukungan pemerintah dalam bentuk insentif dan kebijakan pro-ekspor sangat dibutuhkan agar industri nasional tidak terpukul oleh kebijakan perdagangan AS yang semakin proteksionis.***





















