Jakarta, Mevin.ID – Tersangka kasus perintangan penyidikan dan penuntutan (obstruction of justice), Marcela Santoso, akhirnya buka suara. Dalam sebuah video yang ditayangkan oleh Kejaksaan Agung dalam konferensi pers Selasa siang (17/6/2025), Marcela menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada institusi penegak hukum.
Marcela diketahui terlibat dalam perkara yang berkaitan dengan kasus ekspor crude palm oil (CPO), kasus tambang timah, dan kasus importasi gula. Dalam proses penyidikan, Marcela disebut membuat dan menyebarkan konten-konten serta narasi negatif yang menyerang Kejaksaan Agung dan pihak-pihak terkait.
“Saya ingin menyampaikan dari hati yang paling dalam, terkait dengan perkara Pasal 21 dalam penanganan kasus CPO dan gula. Saya menyadari, dalam prosesnya, saya telah memublikasikan konten yang sebenarnya tidak relevan dengan inti perkara yang ditangani,” ucap Marcela dalam video yang juga memperlihatkan dirinya menahan tangis.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Marcela mengaku bahwa sebagian unggahan yang ia buat berasal dari asumsi pribadi dan tidak melewati verifikasi informasi. Ia menyebut kelalaiannya menyebarkan opini tanpa dasar telah memperkeruh suasana dan melukai nama baik lembaga penegak hukum.
“Saya menyadari, konten yang saya unggah telah menyakiti banyak pihak dan menciptakan kebisingan publik. Saya tidak pernah berniat menyerang secara personal atau institusional,” lanjutnya.
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan meski Marcela telah menyampaikan permintaan maaf. Dalam pernyataan resmi, pihak Kejagung menyebut kasus ini sebagai pelajaran penting tentang tanggung jawab etika dalam bermedia sosial, khususnya di tengah penanganan kasus besar yang menyangkut kepentingan publik.
Kasus Besar, Tekanan Besar
Marcela bukan figur biasa. Sebagai advokat, keterlibatannya dalam penyebaran narasi yang menggiring opini publik di tengah penanganan kasus besar seperti CPO, timah, dan gula, menjadi sorotan tajam. Di tengah upaya pemerintah untuk menegakkan hukum secara transparan, kehadiran informasi liar di ruang digital menjadi tantangan tersendiri.
Kejaksaan berharap permintaan maaf ini menjadi titik balik dalam menjaga etika dan integritas dalam ruang publik. Masyarakat pun diimbau untuk tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang belum tentu berdasar fakta.***